NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Sabtu, 17 April 2010

HANYA SEPERTI PUTERI

Aku berdiri di balkon, dengan setelan gaun panjang dan belahan samping nan seksi, tidak ubahnya seperti seorang puteri di sebuah kerajaan. Rambut panjang yang sengaja dibuat terurai, semakin menambah kesempurnaan cantikku. Dengan segelas anggur yang terjepit di tangan, aku berdiri sendiri, mengajak bicara angin yang gerakannya malam ini, berhasil membuatku bergidik, apalagi mendengar bulan yang menembang di tengah pekat malam.
Tembang cinta, katanya, “ Hanya buat puteri.. “ bulan mengerling manja. Ehmm.. aku tersanjung.

Aku masih berdiri di balkon, ditemani segenap sukacita keluarga malam, beberapa kali aku mencoba alihkan pandang pada pintu yang tidak juga bergerak membuka. Masih sama, diam. Seperti aku. Sedangkan tembangnya sudah selesai.

Aku sudah tidak berdiri lagi. Bosan menunggu, aku berjalan pelan ke arah meja bulat, dan meletakkan gelasku di sana, yang lalu melangkah ketengah dan mulai mengikuti irama malam dengan gerakku, semakin bergerak badan, tangan dan kakiku. Tidak pakai tembang sungguhan mengiringi, hanya hembusan angin selaksa irigan lagu, dari denting piano, seorang pria dengan balutan jas hitam serta dasi kupu – kupunya, jari jari lentiknya mulai bermain di ata tuts – tuts piano, membakar gairah malamku pada gerakan – gerakan gemulai. Lelaki dibalik pianonya juga ikut bergerak. aku bergerak bersamanya. Sambil bergerak, terus mencuri pandang ke pintu. Tapi, pintu itu belum terbuka juga, jangankan membuka, bergerak pun tidak. Apalagi bersuara ketukan. Aku tidak peduli lagi, aku sudah terlalu bergairah pada irama sukanya malam, aku menghiasi riuh rendah hati yang kecewa dengan terus tersenyum, tertawa dan memainkan langkah – langkah kaki dalam gerakan penuh aroma.
Aku sungguh mencintai diriku sendiri.

Badan ini sudah mulai berkeringat, tapi pintu itu belum juga terbuka. Aku berhenti bergerak, dan berjalan lunglai ke dekat pegangan balkon, menempelkan pipiku ke dinding, dinding yang dingin dan mulai menghayal tentang sesuatu.

Seorang lelaki dengan badan yang tinggi, proporsional dengan berat yang memadai, layak untuk dinamai yang indah, datang dan menghiasi malamku dengan harum tubuhku. Aku terperdaya, tidak mampu untuk melihat pandangku ke belakang, aroma yang semakin menusuk. Memaku kaki dan mataku, tidak berani melihat ke belakang, tapi terpaku pandangku ke depan. Aku tidak lagi bisa mengingat apapun juga, selain, ingatan akan sepasang tangan yang kokoh yang perlahan menggeliat manja di sekitar pinggangku, mulai bermain di sana, menempel bagai anak kecil yang manja, dan mulai memberi belaian, mencipta pejaman pada bola mataku, semakin mengecil dan mengecil dan akhirnya mata itu tidak nampak lagi, yang ada hanya sebuah perasaan, permainan rasa yang dimulai dari… sekarang..!!
Sepasang tangan itu tidak nakal, tapi justru penuh dengan godaan, aku tidak bisa tidak menerima sentuhannya, aku biarkan tangan itu jalang. Aku diam saja, hanya dadaku yang mulai bergejolak, lompat – lompat. Jantungku mulai berteriak, dari teriakan kecil tertahan sampai teriakan kencang, apalagi ketika tangan itu mulai bergerak ke atas, mencapai puncak nakalnya dan puncak nikmatku.
Mata ini masih terpejam, tapi hati ini terbuka dan berjaga.

Aku masih membelakangi sepasang tangan bersama dengan gerakan – gerakannya, membuat aku ingin sekali kembali meliuk bersama irama malam, irama yang sesungguhnya, bukan cuma sekedar, irama buatan hati. Sekarang kulit itu sudah saling menyentuh. Ada getaran menarik sampai ke kepala, ubun – ubun yang melayang ke udara, membuat sesak dadaku menerima getaran ini.

Aku tidak kuat.
Tapi aku harus terus bertahan, jangan sampai kenikmatan ini pergi dengan perasaan kecewa. Aku biarkan sepasang tangan dan kepala yang sekarang mulai juga ikut – ikutan, kerjasama yang teramat baik antara sepasang tangan dan mulut. Bibir yang mulai mencari dan tertempel pada leher belakang, rambut yang menyingkir seperti tahu diri. Bibir yang mulai bergerak, ikutan menari di sana, menyisakan merah, “ souvenir… “ katanya.


Kepalaku bergerak ke kiri dan kanan, badanku juga, meliuk – liuk, dan hebatnya lagi, kepala, badan, kakinya juga bergerak sama, sementara sepasang tangannya sudah terkunci di perutku. Agin, sangat membantu dengan hembusannya yang tidak terlalu kencang tapi sanggup mengajak bulu kuduk ikut menari bersama.

Ada irama di dekat telinga, irama yang menyisakan bahagia, karena kata yang mulai terucap, menancap mesra di sana. telinga mulai berwarna merah, mukanya merona, ketika bibir menempel di sana membawa kata, kata yang terbawa pergi, bersama udara malam yang mendingin. Aneh.. walau dingin, aku merasa kepanasan. Dia pun merasakan hal yang sama, terbukti dengan keringat – keringat yang mulai terlihat.
Leher yang basah. Bukan hanya leher, sekarang jadi semuanya.

Mulutku mulai meracau, entah mengucap kata apa, tapi lelaki itu seperti mendengar dan balas meracau dengan kata yang nyaris sama, artinya, kata yang hanya kita yang tahu, teramat rahasia, karena hanya itu senjata semata. Kata yang selalu jadi juru kunci, aku merindukan kata itu. Dan kata ternyata memilikik kerinduan yang sama. Aku bahagia, bahkan kata bisa merindu, apalagi manusia. Kata terlalu jujur, kalau manusia selalu mengumbar kata, hanya supaya bisa saling menari berdua, dengan gelisah dan bahagia yang sama. Percis seperti yang terjadi malam ini.
Suatu adegan pasti ada puncaknya. Ketika sepasang tangan itu, mengambil badanku, dan kemudian membuatnya menjadi terbalik sekarang. Kamu ada di depan aku, tampak nyata sekali, sepasang tangan yang masih mengunci sepasang tanganku di dalam tangannya. Badan yang mulai bergerak maju menemui badanku, dan meminta badanku menerimanya, akhirnya., sepasang tangan itu terlepas kuncinya dan bahkan sekarang jadi mengunci di belakang badanku.
Tubuh itu sekarang menjadi satu, bersama deru gerakan nafas, yang namanya sama, kepalaku yang mulai betah bermain di dadanya. Walaupun tidak telanjang, tapi masih berbaju. Tembus sampai ke dalam, percayalah padaku, tidak ada yang bisa menggantikan kekuatan rasa, yang aku rasakan sekarang.

Wajah itu sekarang jadi satu dengan wajahku, bibirnya sekarang masuk ke dalam bibirku, mulai menari bersama di dalamnya. Iramanya masih sama, masih dibantu irama angin dan nuansa hati yang penuh gambar pelangi, pelangi yang bergambar cinta.

Semuanya gelap buatku, aku tidak melihat yang terang dari mataku. Semuanya masih gelap, tapi masih tetap terasa, karena gerakannya belum berhenti. Aku tidak mau berhenti. Jangan..!!!
“ Aku tidak mau, kamu berhenti sekarang. Belum ada perintah untuk menyelesaikan babak ini. Belum selesai, malah baru akan dimulai..” aku berteriak.

Aku yakin, kamu setuju dengan aku.

Karena kamu juga tidak berhenti bergerak, masih sama gerakannya. Keringatnya juga masih sama, bahkan dingin malam, sudah tidak terasa lagi, hawa yang keluar menjadi hawa yang sangat tidak dikenal, tapi rasanya sungguh luar biasa. Aku jadi merasa yakin, mengapa lelaki dan perempuan perlu sekali bersatu, supaya merasakan energi yang seperti ini.
Seperti sebuah kekuatan baru dari senjata yang sampai sekarang, namanya belum berubah. Kekuatan cinta.
Atau malah nafsu.

Aku tidak peduli namanya apa, yang jelas, akibat gerakan – gerakan itu, sampai detik ini, aku masih ingat, harum nafasnya di dalam nafasku, dan bisa merasakan, hangat badannya yang menempel. Belum lagi ditambah bumbu kata – kata. Entah kenapa, banyak manusia yang tidak peduli ini yang luar biasa ini, dan memilih untuk tetap sendirian.

Aku tidak kuat lagi menahan rasa yang jadi sangat menggila ini, gerakannya menjadi tidak terkendali sama sekali, saling mencengkeram, saling memeluk, dan saling berpindah tangan dan mulut. Bertukar pandang, tajam menusuk, tanpa harus melepas busana, tapi sanggup membunuh lewat mata, dan berlari tanpa berhenti, berputar – putar terus sampai pusing dan harus jatuh bersama.
Selesai.

Aku tertidur di lantai dengan lelaki menindih di atasku, bibir yang masih dekat dengan telinga, bibir yang mulai bergerak, dan terasa betul seperti mulai untuk merangkai kata. Jantung mulai berdetakan tidak beraturan.

Kata yang akhirnya sampai di telinga, kata yang seumur hidup aku nantikan, dan malam ini, aku mau dengar itu di telingaku. Pasti akan kudengar malam ini, keluar dari mulut pangeranku.
“ will u marry me ?? “

Dan aku tidak menjawabnya. Hanya terpaku, dan mencari bibirnya, lalu mulai menjawab dengan ricauku di dalam bibirnya. Tidak jelas katanya, tapi jelas betul maksudku.

Dua jam setelah menunggu dan terus menunggu.

Aku berdiri di balkon, dengan gaun panjang dan belahan samping nan seksi, tidak ubahnya seperti seorang puteri di sebuah kerajaan. Rambut panjang yang terurai, semakin menambah kesempurnaan cantikku. Dengan gelas yang tidak lagi terjepit di tangan, tapi sudah berantakan pecah di lantai. Aku berdiri sendiri,masih sendirian..
Tidak mengajak bicara angin lagi, yang gerakannya malam ini, berhasil membuatku mengeras, karena amarah yang berwarna merah, jelas menempeli wajahku. Apalagi tembang bulan yang malah jadi terdengar parau di tengah pekat malam. Pandangku, masih ke dalam, ke arah pintu yang belum bergerak dan mengeluarkan suaranya sama sekali. Muka dengan riasan meriah ini, sekarang sudah pudar bentuknya, tidak jelas bercampur air mata.

Aku masuk ke dalam kamar, menutup pintu balkon, menguncinya dan bahkan tidak memberi kesempatan pada angin untuk turut masuk juga. Apalagi bulan dan bintang – bintang yang tidak melepas pandang dari padaku, mereka masih berkerumun di balkon, melihat aku seperti sedang menonton sebuah pertunjukan sandiwara saja. sandiwara yang dengan sad ending.

Seorang puteri yang tidak lagi nampak semacam puteri, melepas gaunku, menguncir rambutku, merendam wajah dalam air dingin, dan akhirinya, menghempas badan di atas kasur yang empuk tapi jadi keras serasa makam. Mematikan lampunya,

Dan membiarkan tangis bicara dan menguap dalam gelap.
Dan membiarkan juga pintu yang diketuk berulang kali. Sangat terdengar, tapi pestanya sudah selesai pangeran, bahkan selesai sebelum dimulai.
Dan membiarkan harapku pergi, dan kehilangan cerita dalam mimpi. Sedih rasanya, tidur tapi tidak bermimpi. Suara ketukan pintu juga sudah selesai, suara dari seorang yang seperti pangeran. Hanya seperti.

Dan di dalam gelap aku teriak kencang, " AKU HANYA SEPERTI PUTERI YANG BERHARAP BERTEMU PANGERAN. HANYA SEPERTI..."

Tiba – tiba aku merindukan balkon dan khayalanku itu.



The end.
( untuk seorang kawan, yang selalu hanya bermimpi dan bermimpi. Tidak berani membiarkan pintu terkunci lagi, supaya pangeran itu benar datang...)

LOVE, WHERE ARE YOU ?

Tivi di dalam kamarku, masih setia menyala. Tidak tahu programnya apa. Volume terus kubiarkan naik, tampak terliat mata banyak orang - orang tolol di dalam layar, bicara entah apalah. Sementara, bibirku terus terkunci dan sengaja mengunci. Remote control aku gunakan menyelewengi fungsinya. Jadi, alat berat pemukul kepala, tadinya berharap pusing yang meronta ini jadi hilang, tapi, ternyata aku salah.. pusingnya semakin mengikat, sekarang malah jadi kurang ajar. Mengikat aku serasa pembantu, menekan aku serasa preman, menyumpah aku serasa sampah. Aku kesal. Aku marah. Maafkan aku remote, kali ini aku harus mengorbankan kamu.

Benda tanpa salah itu, harus hancur berkeping - keping di lantai, setelah aku lempar ke dinding, jatuh merosot ke lantai sudah tidak punya wajah lagi. Apalagi harga. Maafkan aku, tapi harus. Aku bisa jad gila, karena pusing ini semakin betah menggerayang kepalaku. Menghisapi kecerdasanku, makanya sekarang aku mendadak jadi bodoh.

perlahan, aku tinggalkan muka tivi, yang msih terus menyala. Tidak tahu programnya apa. Tidak bisa memilih juga. Toh, remotenya sudah rusak. Malas aku, untuk berdiri dan berjalan ke arah tivi, dan dengan manual mengganti channelnya. cuiihhh... aku tidak pernah menelan candu pada tivi. Aku mencandui buku dan laptop tersayangku. Bahkan untuk beberapa waktu ini, aku pastikan. Aku BENCI TIVI.. programnya..pemain dalam layar, terutama ORANG - ORANG DI BELAKANG LAYARNYA... !!! BENCI...!!!
Aku melompat ke atas tempat tidur, berdiri dan seperti anak kecil, meloncat - loncat di sana. Percis sekali anak kecil.. tertawa terbahak - bahak, dan setelah itu, percis seperti seorang drama queen, aku terjatuh tengkurap dan menangis meraung - raung.. kencang sekali. Setali tiga uang dengan pedih kematian.

" ROKOK... where ar u ??? " gelegar suara sambil loncat lagi ke lantai, dan mulai gemuruh langkah mencari kotak. menumpahkan isi tas di lantai dan girang bertemu kotak yang penuh dengan racun, racun yang disamarkan, yang namanya rokok.
Rokok yang setia. Coa dia mahluk hidup seperti manusia, pasti dia akan kupilih menjadi teman atau sekaligus pacar. Membakar dan menghisap racun itu, membangun tenaga baru buatku, apalagi melihat asapnya berkerumun di langit - langit, sejenak seperti mencipta gambar. hembusan demi hebusannya mengingatkan aku pada LOVE. Iya. si LOVE. Hilang. Sudah beberapa hari ini.
" Tidak tau ada di mana ? " suaraku kecil, dan dari dalam mulutku masihn keluar asap.

LOVE pergi meninggalkan aku, ketika sekarang dia sibuk. Sibuk sekali. Sama sekali tidak bisa diganggu. Dulu, dia tidak begini. Selalu ada ketika aku butuh, dan tidak pernah pergi, ketika aku mencueki. LOVE sibuk kerja. Dari senin sampai ke minggu, bahkan Tuhan sekarang sudah menjadi nomor kesekian. Apalagi aku.
" LOVE .. boleh aku SMS ? " itu tanyaku dalam kalimat ketikan sms, yang aku kirimkan setiap kali aku merindu.
tapi, sampai malam menjelang tidur, sms itu tidak juga dibalas. Kalaupun dibalas, sementara aku sudah jauh terlelap dalam tidur yang tak bermimpi.

Masih merokok, duduk di kursi teras kostku. Pintu dibuka lebar. Sempat melirik jam dinding. Setengah sebelas malam. Anginnya memang cukup kencang. Dingin. Menusuk sampai ke ulu hati. Tapi, tidak terasa. Karena, pedih dan perih rasanya jauh di atas dingin. Aku masih merokok ( entah sekarang sudah batang yang keberapa ), tapi sekarang sambil menangis. Langit seperti setuju dengan perihku. Hujan jatuh perlahan kemudian mengencang, semakin mengencang menggandeng petir dan angin. Bersamaan dengan suara yang menggelegar itu, aku biarkan suara tangis nyaring ini mengeluarkan bunyi teriaknya. Sama kencangnya. Aku berdiri dari tempat duduk yang sudah membuat aku nyaman. Aku masih merokok, tatapan mendongak ke atas menantang malam yang semakin basah bersama hujan. Aku turun dari terasku. Dan sekarang sudah lebih menempel pada malam. Menempel pada air. Basah bersama hujan. Teriak dalam gelap yang sudah basah. Terinjak oleh tanah yang sudah mulai becek. Aku teriak kencang.. Kencang sekali...
Rokok yang sudah basah di jari tangan, jatuh tanpa kurasakan. Suaraku masih terus membelah malam. Teriakan yang dibarengi airmata, " LOVE, WHERE ARE YOU ??? " dan lalu aku berputar. Dan berputar, masih sambil berhujan dan akhirnya jatuh lemas, di tanah. Berubah putih bajuku jadi coklat.
Gemetaran badanku, basah semuanya. Masih di tanah, badanku bergerak pelan, menghampiri batang rokok, dan membakarnya, hisapan yang menghangatkan.

lima menit sudah basah ini bergelayut manja.

Badan yang sudah menggigil ini, aku bawa masuk dan aku rendamkan dalam air hangat. rendamannya berhasil membuat luluh yang keras, dan menyamankan kepala yang sempat beratnya mengalahi berat batu berton banyaknya. LOVE.. seandainya, kamu jawab sms aku. seandainya, kamu tidak pergi meninggalkan aku. seandainya, kamu bisa berendam bersamaku. Aku pasti bahagia. Aku merindui kamu.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah dibungkus kain hangat, meloncat lagi ke atas tempat tidur. Menggapai handphone yang tergeletak di atas meja, percis samping tempat tidur. Mengetik kata dalam kalimat pesan.Kemudian, mengirimnya. Huh..!! ritual seperti ini terus, tapi LOVE tidak pernah mau membalasnya.
Aku marah. Aku keluar dari selimut, dan berjalan tergesa ke arah tivi. Masih menyala. Aku tau itu program apa. Karena ada LOVE di sana, setelah program itu selesai. LOVE dengan teman - teman yang lainnya. Setelah LOVE tidak ada. Program itu selesai ( LOVE pernah bilang, kalau nonton tivi, hanya crew lah yang nonton sampai keluar credit titlenya ). Ada LOVE di sana. Biasanya, aku bangga. Tapi, sekarang TIDAK.. !!

" Menurut aku, kamu dan kerjamu itu sudah GILA, tidak waras.. !!! " teriakku sambil menunjuk.
Peristiwa ini, sudah lebih dari dua minggu yang lalu, tepatnya setelah berkurangnya jumlah sms yang masuk ke dalam hapeku dan berkurangnya waktu bertelepon. Tidak pernah malah. Sama sekali.

" Aku kerja.. " katanya pendek.
" Bahkan sampai minggu ? " kataku agak panjang, dan menantang matanya.

Dia tidak berkomentar, hanya mengangguk dan membuang pandangnya.

" LOVE .. gilaaa...!!! " Aku menghujani pukulan - pukulan ke wajahku.. dari tanganku sendiri. LOVE mencuri tanganku itu, dan menyembunyikan di dalam tangannya. Aku meronta sekuat tenaga. teriak - teriak kesetanan dan menyumpahi lelaki TOLOL yang hanya diam di depanku ini. Lelaki tolol yang pulang setelah itu, bahkan masalah masih belum selesai. Tau seperti ini, aku kunci pintu ku, dan kubuang kunci dalam perutku. Biar mampus, tidak bisa kerja. Lalu dipecat. Dan hanya buat aku.

Aku lupa tujuan langkahku semula. Mematikan tivi. Melangkah lagi ke dapur, membuka kulkas, dan merampok isinya. Semua dikeluarkan, semua perlahan satu demin satu memenuhi isi perutku. Bodo amat pada wacana, dilarang makan malam, supaya tidak gemuk.
Aku mau makan banyak. Aku mau gemuk. Aku mau jadi yang memalukan, supaya sekalian nampaknya. Terlepas sekalian. Seperti serigala yang beringas, aku makan semuanya, dengan lahap seperti binatang. makan yang sambil menangis. Makanan yang sudah bercampur air mata. Mulut yang penuh dengan makanan, dan mata yang penuh dengan air mata.
Lalu keluar semua, dimuntahkan dalam wastafel. Air matanya juga masih keluar.

Mataku masih menengok ke hape, yang kaku tidak bergerak. Tidak berbunyi. Masih sama, seperti beberapa minggu yang lalu.
" LOVE You.." kataku sambil menangis jatuh di pojok dapur. Jongkok sambil memeluk hape, yang tidak berniat untuk berbunyi.

Aku beranikan diri untuk memulai.

" LOVE.. Where are You ? " handphone tertempel di telinga.
" Rumah.. " pendek. kata yang padat.
" Terima SMSku ? " kataku pelan masih jongkok.
Ada suara yang mengiyakan, walau volumenya kecil.
" Tidak dibalas ? " kataku menahan air yang mulai ingin tumpah.
Kali ini tidak ada suara. Volumenya jadi hilang.
" Capek, ingin tidur.. " katanya membuat pisau itu menusuk lagi hatiku. Berdarah lagi.
" Kangenku ? " tanya yang begitu berani tampil.
Tidak ada respon. Aku semakin berani.
" LOVE YOU.. " kataku sambil menghapus luka yang berdarah.
Tidak ada jawaban. Aku putuskan menekan tombol merah. Percakapan selesai.
Dan mulai menangis lagi. Mulai membuang barang - barang di depan mata. Handphonenya juga.

Dua tahun. Aku pikir LOVE masih sama wajahnya. Walau waktu jadi barang langka, tapi aku setia menanti, jatah waktunya singgah buat aku. ternyata, semakin membuat luka menganga yang perih apalagi tertetes air garam. Bisa teriak, lalu diam tidak bergerak.
Masih mengandung kecewa dan sedih yang bersatu layaknya sahabat, aku masuk lagi ke dalam kamar, dan singgah pada kaca di sebelah pintu.
" LOVE .. mau pergi ?? "
muka di dalam kaca, yang tadinya pasrah, tampak ketakutan.
" LOVE, sudah selesai ..? "
muka di dalam kaca meminta maaf. Aku semakin takut. Tanganku memanjang memegang kaca di hadapku, membelai dengan tanganku, sambil bernyanyi. Lagu kita. Nyanyi penuh air mata. Kacanya berembun. Mungkin memang ini waktunya. Ketika waktu sudah tidak berpihak, apalagi hati dan cinta. Tidak boleh dipaksa.
" LOVE, ini yang akhirnya ?? " tanyaku selesai pada kata yang tersekat di tenggorokan, bibirku maju mencium bibir di dalam kaca. Hangat bibir sampai ke jantungku. Merobek asaku, membuat telaga biru di dalamnya, tempat menampung air mata. Kalau saja bisa bertanya langsung.

Aku berdiri. Meninggalkan kaca, air mata. Mencari handphone yang tadi sempat terbuang. Menekan tanda sms dan meninggalkan pesan.

LOVE, WHERE ARE YOU ?


The end
( untuk seorang adik dan sahabat yang sedang gundah gulana, semoga LOVE nya segera kembali atau malah direlakan pergi sama sekali )