NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Senin, 08 Maret 2010

S U A M I ( based true story )

Namaku Lani. Anak yang tidur lelap di sampingku ini, namanya Icha, usianya 4 tahun, anak yang manis walaupun tidak pernah kenal cinta seorang ayah kandung. Cinta keluargaku sudah terlalu berlebihan untuknya, di pelukan mereka, icha tidak lagi kekurangan susu, dan makanan bergizi. Aku bahagia dalam tangisku sambil berdiri di depan cermin dalam kamar tidur ku ini, ada sosok serupa aku yang wajahnya berseri karena telah mengubur jauh luka dan mengunci pagar pemakaman itu. Bayangkan, bobotku naik kurang lebih 20 kg ketika aku kembali ke rumah ini, apalagi ada cinta Bram kekasih “ karatan “ ku itu, seorang lelaki yang entah kenapa masih betah menyimpan cintanya yang sudah 8 tahun untukku. Lelaki yang aku tolak mentah – mentah, ketika dia meminang aku dulu. Ketakutanku atas komitmen, membuat aku lari dari wajahnya.
Hei, aku melihat lagi wajah “ mantan “ suamiku di dalam cermin, ingin rasanya melempar cermin dengan sebongkah batu besar, supaya wajah itu hancur berkeping, wajah yang menorehkan luka bertahun – tahun. Melihat wajah itu, dingin terasa mengancamku, membuatku bergidik, dan lari ke atas tempat tidur, dan mulai memberi selimut pada badanku, dan memeluk icha sambil terus tersenyum melihat wajah mungil putri kesayanganku ini. Tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana masa laluku ini menyerang keberanianku, hingga sampai sekarang aku masih selalu ketakutan menghadapi kenyataan, aku takut, kalau – kalau ketika aku lengah, “ penjahat “ itu mengejarku lagi, dan membekap mulutku dan membekuk kaki juga tanganku, memperlakukan aku seperti dahulu lagi.

“ tidaakkkk… aku tidak mau gambar itu lagi ada di otakku, perggiii.. kenangan masa lalu, jangan datang dan menggangguku lagi.. “ teriakku dalam hati. Sontak aku lompat dari atas kasur, dan membuat gerakan pelan, supaya tidak terdengar berisik yang akan membangunkan tidur icha. Sedikit mengendap aku pergi kea rah balkon di luar kamar, duduk di sana, ditemani angin malam, yang manja membelai rambut panjangku. Asap rokok ini selalu saja jadi teman baik dari mulai sengsara dulu sampai bahagia sekarang. Hisapan demi hisapan rokok ini, membuatku membenturkan diri dengan kenangan masa laluku, kenangan yang kelam, sekelam malam yang tiada berbintang. Tapi malam ini, aku lihat bulan mengintip seperti mau tahu cerita duka lara masa laluku, bintang – bintang ribuan berkumpul tepat di atas kamarku, semuanya duduk manis mendengar ceritaku, sebenarnya pekat otakku kembali ke masa itu, tapi mala mini, entah kenapa aku ingin bercerita, dan hanya ingin cerita. Semua cerita ini bermula dari seorang teman tadi di kantor yang melihat icha gemas, ia meremas pipi bulat icha, sambil berkata dengan riangnya, “ haii.. duhh, icha lucuu.. mukanya mirip sekali dengan papa yaaa.. “ kata yanti, temanku sambil terus saja mencubiti pipi icha. Aku menghela nafas mendengar perkataan itu. Buat para isteri yang berbahagia, mendengar celoteh itu pasti akan langsung membalas dengan berkata demikian, “ maacciihhh tanteee, iyaaa dung, aku akan anak papa.. “ tapi itu mereka. Bukan aku dan icha. Kami bercinta berdua tanpa papa, tanpa suami. Tanpa mengurangi rasa hormat pada temanku, aku hanya tersenyum kecut, sambil berlalu dengan meninggalkan kecupan di pipi kiri dan kanannya ( cukuplah membuat dia tidak bertanya apa – apa lagi ). Huh.. mala mini, aku jadi tidak bisa tidur, bayangan “ wajahnya “ kenapa jadi datang dan mengganggu mata yang mau terpejam ini. Aku bahkan sudah berdoa, tapi potongan – potongan kejadian dulu, seperti masih nyata dalam ingatanku.
Sambil terus berhisap, kepalaku mendongak ke atas, bintang – bintang dan bulan tersenyum setia menunggu ceritaku, walaupun bukan cerita bahagia. Ingatanku melayang jauh beberapa tahun yang lalu.

Aku seorang anak bungsu ari 4 bersaudara, semua saudaraku sudah menikah, hanya aku yang masih terlena dalam nuansa berpacaran yang indah, punya pacar yang baik cukup membuat setiap malamku terasa begitu lama, malam yang bergerak menuju pagi. Pagi yang akan menemuiku dengan dia. Pacarku. Tetapi sayang, darah mudaku, tidak membuat aku suka berkomitmen. Aku kaget ketika suatu malam, pacarku meminangku. Aku tidak kuasa untuk lari. Lari jauh darinya, aku tidak mau, aku masih mau bebas.. tapi entah kenapa, pacarku itu masih tetap berdiri di tempatnya… menunggu aku. Sampai kapanpun. Tapi aku tidak pernah peduli akan perasaannya, aku memang bukan cewek yang setia. Aku sadar betul itu.

Sampai suatu ketika, di sebuah pesta, seorang teman mengenalkan aku pada seseorang, akhirnya kami pacaran, walaupun “ pacarku “ yang lama, masih terus menghantui hidupku dengan segala kebaikannya. Tapi papa tidak setuju dengan hubungan ini, dengan alasan yang rasial dan kesukuan, papa tidak setuju aku menikah dengan lelaki yang tidak “ berdarah “ sama. Darah Sumateraku adalah penyebab utama, akhirnya 3 bulan kemudian, aku jadi anak durhaka hanya karena cintaku yang berlebihan. Aku dinikahi siri oleh adi. Pernikahan yang membuahkan langkah kakiku tidak pernah boleh ada lagi di rumah papa. Secara resmi aku diusir, mereka tidak ingin aku dan adi datang ke sana. Aku ngekost di sebuah rumah petak kecil, dengan perut membuncit aku tinggal di sana, meninggalkan segala kenyamananku, dan … menyapa kesengsaraan. Tapi kasih ibu memang sepanjang masa, terbukti dari mama yang kerap datang menengok aku. Setiap kali kasih itu datang aku tidak kuat untuk tidak menangis.

Aku bersimpuh di kaki mama, betapapun itu, aku mengunci rapat – rapat mulutku. Awal berkeluarga, masih terlihat sangat manis, dia terlihat begitu mencintai aku dan bayi ini. Tetapi semakin lama, rasa itu semakin menghilang, dan aku juga menjadi tidak mengenalnya lagi, sering sekali tidak pulang ke rumah, dan kalau aku tanyakan alasannya mengapa tidak pulang, dia bukannya menjawab, tetapi malah membuang bogem mentahnya ke arah pipiku, dan menjambak rambutku, akhirnya bukannya jawaban yang aku terima, melainkan biri – biru pada mukaku. Aku isteri yang selalu menerima pukulan. Tetapi sebagai isteri yang baik, aku masih terus melayaninya dan melakukan yang terbaik untuk suamiku, tapi di dimasa kehamilanku ini, dia bukannya menemani aku dengan bayi ini, tetapi malah sering tidak pulang dan menghilang.

Mama dan papa tidak pernah tahu, kalau ternyata aku bersuamikan seseorang yang “ sakit “, menyesal aku sudah menggantikan posisi seorang kekasih yang sudah lama bersarang dalm hati dengan seorang laki – laki penjahat yang berkedok muka yang baik,

Tiba – tiba saja selama aku bercerita ini, dadaku sesak, hisapan rokok ini jadi seperti kereta api yang bergerak kencang tidak mau berhenti. Rokokku bahkan sudah sedikit basah terkena air mata yang derasa mengucur… ada sebuah cerita yang tidak akan pernah terlupa seumur hidup, cerita tentang awal sebuah penselingkuhan… Malam itu, ketika kandunganku sudah menginjak 4 bulan, “ suami “ ku semakin sering tidak pulang. Aku tidak pernah tahu, kemana dia pergi. Malam ini entah kenapa, ada rasa yang tidak enak, menjalari hatiku, aku tidak tahu, apakah artinya segala yang tidak enak itu, aku hanya mencoba untuk mengikuti suara hatiku saja. Aku menantang keberanianku. Jam dinding yang bergerak ke pukul 2 dini hari, mengejekku yang lelah menanti lelaki itu akan pulang. Tapi jarum jam itu tidak membuatku ciut. Aku keluar rumah, menyetop taxi, lalu masuk ke dalamnya, tanpa tahu tujuan mau kemana. Aku bicara pelan kepada supir taxi, sambil tidak berhenti menyentuh perutku yang mulai membuncit, “ jalan pak.. “ kataku sedikit parau menahan tangis, supir taxi itu menjawab dengan pandangan yang sedikit nelongso melihat keadaanku, “ kita mau kemana bu ? “ sambil tatapku lurus ke depan tidak bergeming. Aku membalas tanya itu dengan kegundahan yang terasa menggigit, “ tidak tahu pak, kita jalan saja ..” perlahan mobil itu mulai bergerak, tanpa tahu arahnya mau kemana, sungguh, aku tidak tahu mau mencari “ suamiku “ kemana. Yang jelas, aku harus membawa “ dia “ pulang.

Setelah berputar di jalanan, tiba – tiba entah dari mana, feelingku bicara, dan menyuruh pak supir untuk pergi sebuah tempat, “ ke daerah tebet pak.. “ supir itu mengangguk dalam diam. Pelan – pelan mobil itu bergerak di daerah tebet, aku juga semakin tidak mengerti arah tujuanku kali ini, jam bergerak semakin cepat, sekarang sudah jam 2.20 pagi. Aku belum menemukan tanda apapun. Sampai akhirnya, mukjijat itu terjadi, aku bahkan tidak tahu dari mana datang kehendak untuk mengarah ke sini, di sebuah rumah kost – kostan. Dengan gerakan agak lambat, samar – samar aku lihat motor suamiku terparkir di sana. Spontan saja aku berteriak, “ pak.. berhenti di sini.. “ mobil itu berhenti, aku membuka kaca mobil, demi untuk memastikan kembali penghilatanku, “ pak.. sebentar, saya turun dulu ya, saya tidak akan kabur, tas ini akan saya tinggal.. “ melihat pak supir yang baik itu, sudah mengangguk, lantas aku turun dari taxi dan mulai masuk ke dalam pintu pagar yang rupanya tidak terkunci, Aku memastikan apa yang sudah aku lihat. Motor itu memang milik dia. Ya Tuhan, mengapa debaran dada ini terasa kencang, mengapa aku merasa kesakitan ? tapi ketakutan itu sekarang menghilang, tergantikan rasa penasaranku.

Dengan terseok, aku balik lagi ke taxi yang menungguku di depan rumah kost – kostan, membayarnya dan menguatkan diri untuk kembali masuk. Aku buka sendalku dan hanya menentengnya, membiarkan langkahku pelan tidak menimbulkan bunyi sedikitpun. Suasana yang sepi menambah kegetiran perasaanku, berkecamuk dan membuat jiwaku bergetar lagii, dan sekarang malah jantungku ikut terpacu, kataku dalam hati, “ ya Tuhan, tolonglah hambaMU ini, berikan petunjuk yang sangat berarti… usir rasa ketakutan ini, jadi sebuah keberanian yang berarti..amin “ berulang kali mulutku komat – komat dengan ucapan – ucapan doa yang selalu sama, doa yang akan jadi terang untukku gelapku malam ini.

Jadilah malam itu, aku masuk ke dalam kost – kostan yang sunyi ini, rumah yang penghuninya sudah terlelap dalam hamparan mimpi – mimpi indah mereka, sementara aku dengan perutku yang membuncit, masuk tidak ubahnya semacam maling, menjinjit langkah dari suara yang bakal membuat satpam yang sudah tidur nyenyak itu jadi bangun. Langkah itu langsung menggiring aku naik ke lantai atas, terasa asing dan mencoba untuk mereka – reka, suamiku ada di kamar yang mana ? Dengan sekuat tenaga, aku tahan tangis yang hampir terburai ini, “ aku tidak akan menangis di tempat ini, aku harus mencari dia.. “ kataku dalam hati. Aku melanjutkan melangkah, dan menjejeri satu demi satu kamar di lorong itu. Mencoba menebak dengan bantuan naluriku sebagai seorang perempuan dan seorang isteri. Nihil.. !!. Aku tidak merasakan apapun di sini, aku putuskan untuk turun ke bawah, dan menyusuri kamar demi kamar di lorong lantai dasar ini. Entah kenapa, perasaanku tertuju pada kamar di pojok ruang. Hatiku bergetar walaupun masih buram, cuma rekaan.

Tiba – tiba perasaan takut ini begitu menangkapku dan membuatku sesak nafas, lekas aku mengelus bayiku, meminta ketenangan darinya.
Membayangkan seseorang di balik pintu kamar itu, membuat aku bergidik, ini lebih menakutkan daripada hantu. Aku mengetuk pintu itu perlahan. Seperti adegan – adegan di film, aku tiba – tiba tidak mau pintu itu terbuka, aku takut akan kenyataan yang akan menimpaku. Apalagi ketika pintu itu lamat – lamat terbuka. Pertahananku jebol. Bola mataku seperti terlepas dari tempatnya. Benar suamiku sendiri yang membuka pintu, dan tepat di belakangnya aku melihat ada seorang perempuan yang langsung masuk kamar mandi, begitu dia melihat aku. Dasar suami yang tidak tahu diri. Bukannya minta maaf atau kaget melihat aku, tapi dia malah menutup pintu, dan menarik aku ke sudut ruangan. Di depan kursi, dengan cepat tangan kasarnya itu sudah menempel di di kedua pipiku, meninggalkan rasa panas yang luar biasa. Amarah yang menggunung berkumpul di bola matanya yang merah total, belum puas dengan tamparannya, dia memegang tanganku dan tangan yang lainnya memegang mulutku, menjepit mulutku sampai aku susah bicara dan bernafas. Tatapan garang itu mematikan jiwaku, saat itu kematian seperti dekat denganku, suara itu menggelegar di depan mukaku, “ kenapa datang ke siniii ?? buat apaaa ?? “ tanya itu keluar dari biji matanya yang hampir keluar.

“ harusnya gue yang marah, loe ga pulang – pulang, salah kalo gue cari loe.. bukannya jagain gue yang lagi hamil, eh.. malah selingkuh.. dasar suami gat au diri.. !!! “ kataku lantang, geram betul aku ( entah dapat kekuatan dari mana, mulutku bisa berkata demikian )
Mendengar itu, tanganku dilepasnya, aku dihempas terbuang ke kursi, lantas masih dengan marahnya, dia masuk ke dalam kamar, yang lalu keluar lagi sambil menarik tanganku kencang sekali, “ ayooo pulangg… biar gue hajar loe di rumahhh… perempuan sialan.. !!! “

Setelah itu, bisa ditebak, apa yang dia lakukan selanjutnya. Aku dihajarnya habis – habisan, seperti orang tuli, dia tidak peduli dengan teriakanku yang berulang kali mohon ampun, dan seperti pelukis maestro, dia terus memukul dan menciptakan gambar – gambar abstrak warna ungu di pipi kiri dan kananku. Aku menangis meraung sambil terus mengelus perutku, tapi suara jalangnya menghentikan tangisku, “ heeee… jangan nangis kalau gue pukul, kalau loe nangis, gue tidur neh sama perempuan lain, percis seperti apa yang loe liat tadi, ngerti loe ? “ mulut itu berteriak jalang di depan mata, menyembur ludah seperti bonus. Berawal dari itu, aku tidak pernah menangis setiap kali dipukuli.

Kasihan bayiku, sebelum lahir, dia harus merasakan siksaan ini dari dalam perutku yang gelap, segelap mata dan hati bapaknya, dan tetap isteri adalah pelacur yang paling murah, habis dipukuli, suamiku lantas meniduri aku, menciumi aku. Suamiku benar – benar sakit. Apa rasanya ditiduri setelah dipukuli. Hebatnya lagi, aku dipaksa menikmati keliaran ini. Selama dia menjamahku, tangisanku sembunyi di balik bantal besarku. Tangis yang lepas dari telinga lelaki yang sekarang menindihku serupa penunggang kuda.

Tapi lelaki itu tahu kalau berbohong.. Aku tangkap imajinasiku tentang Bram, lelaki yang menggenggam kesetiaan sampai sekarang, ingatku tentang dia sungguh membantu mencipta erangan. Erangan yang membuatnya tersenyum. dan menyelesaikan malam dengan terlelap seperti kerbau.

Tertatih – tatih aku melangkah ke kamar mandi, mengunci pintu dan menangis sambil telanjang.
***

AKU ISTERI, IBU & PEMAKAI.

Siksaan itu aku alami, sampai aku selesai melahirkan.
Bayi perempuan yang sehat dan manis.

Dan aku seorang perempuan yang juga seorang ibu yang juga seorang pemakai. Suamiku menuntut aku menemaninya memakai barang – barang haram itu,” ini gila..!! teramat gila… “ batinku berontak. Setelah perempuan, dia mulai berani bermain – main dengan “ barang “ itu. Seorang suami yang harusnya menjaga keluarganya dari kejahatan semacam itu, tapi malah menjerumuskan aku sebagai pemakai juga. Kalau aku menolaknya. Seperti biasanya, badanku akan segera menjadi samsak, dan tubuhku yang murah berlabel pelacur ini, akan lantas disantapnya. Pelacur tanpa bayaran.
Malam ini, kejadian itu seperti berulang dan berulang kembali.

Aku sudah terlelap tidur dengan Icha di sampingku, Icha baru beberapa bulan usianya.. tiba – tiba, aku merasakan badanku sakit, dan suara orang yang teriak – teriak begitu dekat dengan telingaku. Aku terbangun, Kaget melihat kaki suamiku sudah menendangi aku, dan mulutnya yang jalang itu kembali berteriak, “ wooiii… bangun..!! temenin gue make… “ katanya lagi sambil terus menendang.

“ ga bisa pah, gue kan mesti istirahat, besok pagi harus bangun pagi – pagi banget mandiin anak kita, terus nyiapin sarapan dan sebagainya… ga usah yaa… loe sendiri aja .. “ kataku dengan suara yang parau dan mata yang masih mengantuk, tapi bukannya mengerti, suamiku malah balas menampar dan mengancamku, “ ohh gittuu, loe nolak perintah gue? Ya udah kalau gitu, berarti loe ngizinin gue, buat tidur sama perempuan lain… “ teriaknya kenceng banget, mendengar ancaman itu, aku menghela nafas panjang, dan akhirnya keluar mengikuti langkahnya.

Sampai ruang tengah, mulailah dia memakai barang – barang itu dan mencekoki aku, seketika itu juga, aku merasakan kepala yang mulai mengencang, dan mata yang sudah tidak mengantuk lagi, suamiku bahkan mulai minta jatah untuk bisa menggauli aku, dan tidak peduli dimana tempat yang layak untuk menggauli aku, jadilah di ruang tengah itu aku telanjang, sekali lagi aku telanjang sambil menangis.

Sejam kemudian, dia sudah telentang di lantai dan tertidur, sementara mataku kencang tidak bisa tertidur lagi, menunggu pagi duduk di ruang tamu dengan bangku yang sudah basah oleh air mataku.
***

Aku sudah tidak tahan lagi, aku harus selesaikan drama striping ini, sebelum aku mati sia – sia, di tangan lelaki penjahat ini, yang katanya adalah suamiku. Aku jadi teringat ucapan ayah, yang dari awal melihat dia, sudah tidak pernah menunjukkan rasa senangnya, awalnya aku marah dengan perlakuan ayah seperti itu terhadap lelaki yang aku cintai, aku pikir ini cinta yang sesungguhnya, sampai aku lebih memilih dia, dari pada menerima pinangan dari seorang kekasih yang aku tinggalkan demi untuk lelaki yang sekarang malah terus memukuli dan memberi label pemakai kepadaku. Entah kenapa malam ini, aku merindukannya, perlahan – lahan aku meninggalkan ruangan ini, dan melangkahi tubuh suamiku yang tergeletak di lantai, tanpa pernah ada perasaan kasihan untuk memindahkannya ke tempat tidur ( mungkin ini aku sudah tidak perduli lagi dengannya ), aku masuk kamar dan menguncinya. Mengambil hape dari dalam laci tempat tidur, mencari sebuah nama, dan mulai bicara, “ hallo… ” suara di seberang sana, yang kaget mendengar suaraku, segera menanyakan kondisiku, “ iyaa..iyaa.. kamu kenapa ?? dia pukul kamu lagi ?? “ aku menjawab tanya itu dengan dengan desahan nafas yang terasa berat sekali, seperti mengendong bongkahan batu di atas kepala.

“ iya sayang… terulang dan terus terulang, entah sampai kapan berhenti segala yang menyiksa ini, aku sudah tidak kuat sayang.. “ tangisku pecah tapi tetap harus ditahan, supaya tidak terdengar suaraku sampai ke luar.
Dan dia menemaniku sampai pagi sambil aku terus meratap, dan pembicaraan itu terputus ketika bunyi suara tangis anakku yang memanggili namaku, “ ibuuuu.. “ aku sudahi ratapanku dan segera berlari ke kamar mandi untuk mencuci mukaku yang sekarang sudah bengkak karena air mata dan bogem mentah tadi malam.
***

Suamiku sudah semakin tidak terkendali, dia berubah dari pemakai menjadi Bandar, bahkan suatu hari, aku dikejutkan dengan rumah yang kosong tidak tersisa satu barangpun kecuali tempat tidur kayu dan rak piring. Dia merampok rumahnya sendiri. “ jadi… ini harta gono gini untuk aku ? “ aku gendong icha pergi dari rumah yang tidak terkunci.

Aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku memutuskan untuk pulang ke “ papi “ bram.. Mereka menerima aku dan icha dengan pelukan hangat dan linangan air mata, aku berjanji melupakan kisah kelam ini. Perasaan sedih ini tidak bisa kutampung lagi, aku bersimpuh di kaki ibu, sambil terus menangis terisak – isak, “ maafkan aku mama & papa.. maafkan anakmu ini yang keras kepala ini.. aku tidak mau menerima pilihan seperti ini lagi… tolong biarkan aku kembali tinggal di sini.. demi putriku ini.. tolong aku..!! “ kataku pelan penuh permohonan yang terminta penuh raungan. Sambil menangis, mama mengambil badanku dari lantai dan memeluk kencang, “ sayang… sampai kapanpun kami tetap orang tuamu, yang akan terus menjagamu sekarang dan selamanya… putrimu adalah juga anakku, tinggallah di sini, dan jangan bertemu lagi dia lagi....” isak perempuan yang sekarang membelai dan menciumiku. Seperti mengerti, Icha menangis di pangkuan papa.

Sebagai anak bungsu, seumur hidupku tidak pernah ada yang menyentuh bahkan memukuliku. Mereka dan papi bram menyakiniku, kalau aku sanggup menjaga icha. Sendirian.

Aku biarkan cerita ini selesai, dan membiarkan bintang – bintang juga bulan ikut terdiam dan menangis, sebelum mereka semua melangkah pulang, dan mengucapkan selamat datang pada pagi.
Sekarang aku tidak mau menangis lagi karena ada “ papi “ sayang, yang akan segera jadi “ suami “ keduaku.





The end.
( untuk seorang teman, yang sekarang sudah bisa tersenyum, dan bahagia dengan putrinya, gue yakin.. papi akan membahagiakan loe ma icha.. amin )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar