NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Senin, 19 April 2010

M A B U K

Setengah jam setelah selesai shooting,

Sambil mandi, aku tersenyum bahagia mengingat apa yang akan terjadi nanti malam. Pastinya jadi sebuah sejarah dalam hidup yang tidak akan terlupa, selamanya.. Itu pasti. Membayangkan, hal yang panas yang akan teralami, tanpa ada yang menghalangi dan terjadi di tempat yang super jauh dari tempat tinggal, membuat aku semakin tidak sabar menantikan jarum jam masuk ke angka 9, malam ini.
Keluar dari kamar, masih dengan sebatang rokok setia menyelip di jejarianku, aku menyapa malam dan orang – orang yang berkeliaran di dalamnya.
“ Hai, selamat malam.. “ kataku menyapa mereka.
Mereka semua tersenyum dan bertepuk tangan melihat kehadiranku malam ini, sama sekali tidak terduga. Karena, seumur hidupku, aku tidak pernah suka. Tapi untuk malam ini, aku lepaskan kebencian jadi sebuah kebutuhan.
“ Kamu yakin ? “ seorang teman mencenderai bahagiaku dengan tanyanya yang menusuk.
Aku tidak menjawab, hanya memberikan telunjuk tengahku untuknya, mengeluarkan lidahku dan menyorongkan pantat sambil berlalu.
Dia balas menarik tanganku, katanya lagi, " Jangan mencoba, biarkan semua hanya jadi rahasia.. " katanya dengan sedikit memohon.
Kataku geram sambil menunjuk hidungnya dengan jari telunjukku, " Sekarang, atau tidak sama sekali.. " setelah itu, aku tepis tangan yang masih mencoba menghalangi langkah.

Sialan.
Memangnya ada apa dengan mencoba ? dilarang ? ada undang – undangnya ? tidak kan ? tidak akan menyusahkan, hanya untuk bersenang – senang, apalagi setelah lepas dengan tekanan dalam 2 minggu ini.
Seorang teman yang lain menghampiriku, menyapaku dengan tepuk tangannya yang meriah, aku membungkuk memberi penghormatan untuknya, dan tidak lupa bonus senyuman yang paling manis.
“ Kamu yakin, dengan apa yang akan terjadi malam ini ? “ tanyanya penuh selidik, apalagi kalau bertanya dengan muka yang jaraknya sangat dekat, hampir saja, aku khilaf ingin mencium bibirnya. Untung aku sadar, kalau lelaki ini, adalah orang yang selama ini menggajiku, mana mungkin aku menempeli bibirku dalam bibirnya. Aku tidak siap untuk bersaing dengan sekretarisnya, ataupun dengan perempuan – perempuan yang sejak kemarin malam, sudah bersembunyi di dalam kamarnya. Yah.. bau kamarnya, lain dari biasanya, pastinya aku tahu, karena selain aku adalah salah satu kepercayaannya, aku juga salah satu perempuan yang suka diam – diam mencuri waktu dengan pandangku pada hari – harinya. Ehm.. lelaki di depanku ini, memang tampan.
“ Sangat yakin bos.. “ kataku sambil menatap tajam bola matanya.

Tidak disangka, lelaki itu maju ke arahku dan mencari telingaku, membisiki sesuatu, “ Malam ini, kamu boleh memanggil aku Roy.. “ suara itu menerobos masuk ke dalam gendang telingaku.
Aku tidak peduli pada katanya, aku hanya peduli pada harum wangi tubuhnya saja. Ingin rasanya, tanganku menjadi seketika nakal, melingkari tubuhnya dan mendorong badannya maju mendekap ku. Hanya khayalan.
“ Baiklah bos.. eh.. maksudku Roy.. “ kataku pelan, dan lalu berlalu sambil mengerling.

Jam dinding, seperti juga jam yang melingkari seluruh tangan orang – orang di lobby, setuju, kalau jarumnya bergerak begitu kencang, karena saatnya sudah tiba. Beberap mobil sudah standbye di depan mata, dengan pintu yang sudah mulai terbuka. Satu persatu kami masuk ke dalamnya, dimulai dengan aku yang duduk tepat di samping Roy, sementara kedua teman yang lain, bahagia duduk di belakang kami.
“ Jalan pak.. “ perintah Roy pada supir yang sempat – sempatnya mencuri pandang ke belakang melalui kaca spion.
Sepanjang jalan, aku menahan nafas yang susah bergerak, kulit yang bertemu kulit ini jadi semakin membuat, aku tidak mau turun dari sini, biarlah terus saja mobil berjalan, tanpa pernah mengenal kata berhenti atau lampu merah.
“ Aku senang kamu mau ikut..” lelaki itu membuka pembicaraan.
“ Aku juga senang, ternyata aku mau ikut.. “ kataku dengan senyum simpul yang mengikat. Lelaki itu tampak mencuri pandang terus ke arahku. Beda sekali gayanya dengan gaya kalau sedang ada di belakang mejanya, kaku dan penuh perhitungan, jangankan membagi pandangan, mengeluarkan suara saja, sepertinya sudah seperti membuat rugi dan membaut perusahaan bangkrut.
“ Sudah pernah sebelumnya ? “ katanya lagi mencoba untuk memancing.
Aku menggeleng.
“ Belum pernah sama sekali.. “ jawabku bangga, melirik ke arahnya, dan kembali memandang ke depan, mulai balik bertanya, “ Kamu sering ? “ tanyaku memancingnya.
“ Sering, terlalu sering malah.. “ dia menjawab dan tertawa nyaring, tertawa yang tidak pernah aku dengar sebelumnya.
“ Untung kalau begitu.. “ aku menantang matanya.
Mata lelaki itu juga ikut menjawab tantanganku, “ Kenapa untung ? “ , masih sambil melihat matanya, aku balas menjawab, “ Kalau aku juga sering, aku akan jadi anak buah yang kurang ajar, karena akan sering memanggil kamu dengan Roy.. “
“ Loh.. ?? “ dia bingung, aku suka melihat mukanya yang bingung, menggemaskan.
“ Karena aku akan sering juga memanggili kamu dengan panggilan Roy..” aku senang, dia tertawa lepas, kali ini sambil menepuk – nepuk punggung tanganku, dan membiarkan tangannya betah rebah di punggung tanganku.
Aku kaget, dan refleks mengangkat tanganku.
Lelaki itu salah tingkah, dan membiarkan jari – jari tangannya lincah memainkan blackberry keluaran baru, miliknya.
“ Boleh aku add pin kamu ? “
“ Boleh.. “ setelah menyebutkan pinku, dia sibuk memenceti tombol yang ada di depannya, dan aku juga mengikuti tingkahnya, gayanya hampir sama. Semua orang – orang juga melakukan hal yang sama.
Setelah itu, kita kembali keposisi semula, menunggu mobil ini berhenti.

Setengah jam kemudian, mobil ini beneran berhenti, kami menunggu, sampai pintu terbuka, dan kami turun satu persatu. Aroma musik mengiringi langkahku masuk ke dalam kotak permainan yang sebentar lagi akan aku mainkan. Lelaki itu berjalan duluan, sementara kami berjalan di belakangnya.
Masuk ke dalam ruang yang gelap, hanya lampu warna – warni di setiap sudut, menghantar kami untuk duduk di tempat yang sudah dipesan. Lagi – lagi, lelaki yang bernama Roy itu yang notabene di kantor adalah atasanku, duduk lagi di sampingku, entah disengaja ataupun tidak. Aku tidak perduli. Karena, bisa duduk lagi di sampingnya, butuh kesempatan, dan malam ini kesempatan itu sudah mendatangiku.
Sebentar saja, kursi tempat kami duduk sudah penuh, Musik terus mengalir menbuat gerakan – gerakan kecil dari tubuh tidak tahan untuk tidak bergerak.
Roy sibuk memesan ini itu untuk melengkapi meja kami yang masih kosong, sesaat kami masih saling terdiam, setelah pesanan kami datang, semuanya jadi berubah hangat, seperti juga obrolan demi obrolan yang mengisi kotak permainan kami malam ini.
Botol – botol itu mulai dibuka.
Aku tidak sabar ingin mereguknya, dan membiarkan panasnya mengaliri kerongkonganku. Gelas – gelas yang sudah berisi itu mulai diangkat ke udara dan saling berdentingan satu sama lain. Setelah itu, isinya raib dirampok kerongkongan kami, muka selekasnya berubah memerah. Dentingan itu bukan hanya sekali, tapi berkali – kali, dan entah buatku, itu sudah dentingan yang kesekian kalinya.
Ping..
Aku melihat ke layarnya, dan terkejut.
“ Kamu cantik .. “ ada kata yang menempel di sana
“ Kamu juga ganteng.. “ aku membalasnya sambil mengerling manja.
Lelaki itu mulai panas, tanganku sudah berani merengkuh bahuku. Aku sengaja diam. karena sekali lagi, buatku ini adalah kesempatan.

Sejam sudah aku berada di sini, aku merasa, diriku sudah tidak normal. Langkahku terhuyung tadi, ketika jalan ke toilet, tapi ada yang ringan di kepalaku, batu – batu besar itu lenyap entah kemana ? hebattt.. aku tidak lagi merasa pusing. Aku bahagia, aku mau menari, aku mau bernyanyi. Tidak ada yang boleh melarangku.
Ternyata, ada tangan yang dijulurkan ke arahku, tanganku menyambutnya, dan aku mulai meliuk di lantai dansa, bersama lelaki itu, dengan jarak yang sangat dekat. Mukanya amat tampan, apalagi ketika, dia menempelkan pipinya dengan pipiku. Hentakan lagu –lagu itu membuat darahku berdesir dari kepala sampai ke kami, berdenyut – denyut. Lebih parah lagi hentakannya ketika, aku merasakan ada hangat yang merampas sekujur mukaku, semuanya.. tidak bersisa, sampai sesak aku bernafas.
“ Aku mencintai kamu.. “ lelaki yang bernama Roy itu mulai mengigau. Dan aku menyambut kalimat itu dengan gelak tawa.
“ Kamu mabuk… sayang.. “ kataku membisik di telinganya. Kepalanya sekarang bersandar tanpa di daya, di bahuku.
“ Aku mencintai kamu.. “ lelaki itu mengingau lagi. Aku masih menyambut kalimat itu dengan gelak tawa, sekarang malah tawanya makin kencang.
“ Kamu beneran mabuk .. “ kataku sambil mengambil mukanya dengan kedua tanganku, dan sekarang kita betul – betul dekat, saling berhadapan.

Dalam mabukku, aku masih sadar, kalau getar ini ternyata belum selesai, aku pikir ini hanya sebuah khayalan babu saja, tidak mungkin. Jaraknya terlalu jauh, tidak bisa digapai, hanya jadi modal tidur setiap malam, dan energi khusus dalam bekerja. Hanya itu. Tapi tidak untuk malam ini. Malam ini, aku sudah jadi pembohong ulung, aku menggeser irama hati yang sebenarnya. Aku malu untuk mengatakannya. Aku biarkan saja, hal itu bersembunyi dan akhirnya lenyap dan raib dengan sendirinya, ditelan perbedaan waktu.

Aku mau ada di sini, dan meninggalkan kesadaranku sesaat hanya untuk kamu. Aku mau jadi pemabuk, hanya untuk malam ini, merasakan semua bahagia.

“ Aku mencintai kamu.. “ huh.. dia mengigau lagi, kali ini, aku beranikan diri menamparnya. Keras sekali. Dia terhenyak, kaget dan kembali duduk di sofa.
“ Kamu mabuk.. “ kataku kesal, berdiri di depannya, kepala mendongak ke atas, walaupun badan dan otak sudah tidak sinkron lagi, aku juga melayang sayang, tapi masih sadar untuk mengetahui perbedaan ini. Siapa aku dan siapa kamu ??

Lelaki itu menarik tanganku untuk ikut turun dan duduk bersamanya, aku menurut. Dia memandangi mukaku lumayan lama, aku jengah dan segera membuang muka. Tapi dia malahan menarik lagi mukaku, aku tidak sanggup melihat matanya. Ingin menangis. Karena cinta terlalu kuat mengikat hati, padahal tidak semestinya seperti ini. Lelaki itu maju, dan sekali lagi mencium bibirku. Hangatnya tidak membuatku mengelak, malah air mata yang jatuh menetes membasahi bibirnya yang masih betah tinggal di sana. Jarinya membersihkan air di wajah.
Matanya seperti masih ingin bercerita, walaupun bolanya berwarna merah.
Aku sudah tidak tahan lagi, malam ini aku memang ingin mabuk, karena aku sudah tidak tahan lagi, menyimpan kata yang terselip dalam otakku, dan terkunci di dalam mulutku, aku tidak perduli, apa yang akan terjadi pada masa depanku nanti, kalaupun sanksinya nanti, harus membersihkan meja kantorku dan menyerahkan ID card, tanda selesai masa tugas. Aku tidak mau peduli. Itulah mengapa, aku ingin sekali mabuk malam ini.

Perlahan, kedua tanganku mengangkat wajahnya, membiarkan matanya menonton air mataku, biarkan mataku mengeluarkan kisah. Kepala dan badanku yang masih terhuyung, tidak melemahkan tangan dan kakiku yang menahan badannya yang semakin lemas. Aku hanya ingin, malam ini berakhir dengan cepat, walaupun tidak tahu bagaimana caranya menyambut pagi. Atau malah tidak ada pagiku untuk menyambutnya lagi. Aku tidak perduli. Roy sudah mabuk berat, mata yang ada di depanku ini, sudah semakin menyipit, sebentar lagi akan tenggelam, badannya semakin miring.

“ Aku menggilai kamu Roy.. “ kataku akhirnya.

Tapi badan roy yang sudah terhuyung itu, jatuh lunglai di atas sofa. Aku yakin, dia tidak mendengar perkataanku. Sekali lagi, cintaku hanya jadi hiasan hati dan jiwa saja.
Paling tidak, aku tahu kalau cinta ini terbalas. Aku mabuk. Dan aku jatuh cinta.

Aku duduk di sofa, Roy sudah terlelap di sampingku, entah apa mimpinya malam ini. Bibirku mencium keningnya, mengeluarkan kotak rokok dari dalam tasku, mengambilnya sebatang, membakarnya, menghembuskan asap ke atas dengan membentuknya jadi bulatan - bulatan, menyeringai melihat botol tak bertuan yang masih penuh di atas meja, dan lalu minum lagi.. sendirian.






The end
( untuk seorang teman yang jatuh cinta dengan bosnya sendiri, tapi cinta memang pilihan dan kesempatan, cinta tidak bertepuk tangan, tapi mabuk sekarang jadi kebiasaan )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar