NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Jumat, 23 Juli 2010

LELAKI ( dan Perempuan ) ITU ( memang ) BODOH

Bangsat..!!!
Saya teriak kencang sambil melempar foto lelaki tercinta dalam bayangan sepi itu, keluar jendela. Saya lihat, figura itu jatuh ke tanah, dan diserbu jutaan air hujan. Tangan Saya gemetar, dan merasakan bulir air mata ikutan jatuh. Saya teriak. Saya butuh rokok. Saya butuh rokok. Bangsat. Cuma dia teman Saya yang paling setia. Melebihi pacar, sekalipun. Ya Tuhan. “ Saya cuma butuh rokok..!!! “. Saya terus berteriak sambil tangan merogoh mencari - cari rokok dalam kantong celana. Ketemu kotaknya. Ditaruh di atas meja. Biar gampang ngambilnya. Rokok itu, membakar mulut Saya kemudian. Mulut dan batang rokok serta asapnya saling berkejaran. Seolah tidak terima dengan waktu yang larinya lebih cepat. Huff.. Merokok membuat kendur urat syaraf Saya. Tidak peduli, rupa paru – paru Saya seperti apa sekarang ? Kalau mau mati sih, mati saja. Atau boleh laki – laki itu duluan ???

Malam ini Saya berduka.
Tepatnya Saya marah, barangkali. Bahkan berbatang – batang rokok pun, belum bisa menguapkan amarah yang menempel pada muka Saya, yang sekarang terlukis jadi warna merah. Saya yang BODOH atau laki – laki itu ? Saya tidak bisa menilai. Ini Subyektif betul. Satu – satunya alasan kuat, mengapa Saya terlihat bodoh Itu, karena sampai sekarang, Saya masih menangis untuk dia. Menangis. Dan tau, apalagi kebodohan Saya selanjutnya ?
Saya matikan rokok di dalam asbak yang berbentuk alat kelamin lelaki, oleh – oleh dari lelaki sialan itu. Saya melongo ke luar jendela, dan melihat kalau hujan sudah reda. Menatap lekat pada bingkai foto di atas tanah. Braaakkk… !!! membuka pintu dan lari mengambil bingkai yang setengah terkubur di dalam tanah merah di depan rumah Saya. Bingkainya masih bagus. Wajahnya yang sudah tidak jelas. Bodohnya Saya lagi. Bingkai dengan foto yang sudah tidak jelas itu, Saya rekatkan di depan dada, sambil jongkok dan kembali menangis. Bodoh…!!!
Kembali ke dalam rumah, Saya duduk sendirian di depan jendela. Tidak lagi merokok. Kerongkongan sudah mulai panas. Dada Saya apalagi. Bingkai foto itu sudah nyaman di atas meja, samping tempat tidur. Wajahnya yang rusak, bahkan sudah Saya ganti dengan wajahnya yang sama dan masih baru. Percaya atau tidak ? setelah putus, Saya cetak fotonya sampai 20 lembar. Buat apa ? Seorang teman bertanya pada Saya. Dengan enteng Saya bilang, buat kenang – kenangan. Saya pukul otak Saya. Pukulan sekali biasa saja. Pukulan kedua lebih keras. Saya masih duduk, sambil mendengar musik. Musiknya perih. Putus asa. Karena cinta tidak sampai pada kata terakhir. Menggantung di tengah. Nyaris sempurna. Hanya Nyaris. Tidak benar – benar sempurna.

Sepi malam ini. Perih yang terlahir kembali, diganggu oleh suara telepon. Suara yang tidak berhenti. Sampai Saya tekan tombol bicaranya.

Saya butuh kamu
Untuk apa ?
Saya mau curhat
Tentang apa ?
Tentang Cinta dan Persahabatan
( Saya mulai bete )
Harus malam ini ?
Iya. Kenapa ? lagi bete juga ?
Ga
Please
OK
Thanks
Lima menit kamu tidak datang. Saya tidur.
Ternyata
Baru hitungan dua menit. Dia sudah datang.
Bagaimana mungkin bisa terlambat. Dia itu tetangga Saya. Tinggalnya saja di belakang rumah Saya. Saya memang baru mengenalnya, dari seorang kawan. Tapi Saya sudah jatuh cinta. Bukan pada sosoknya. Suaranya. Iya. Suara emasnya. Suara yang selalu membuat lidah Saya tercekat. Bola mata Saya seperti berhenti bergerak. Hanya focus pada wajahnya. Ekpresinya. Pedih dan Perih yang selalu keluar dari setiap lagu – lagunya. Tarikan nafasnya. Iramanya sama sepinya dengan irama Saya. Saya sudah beberapa kali, pergi dengan Dia dan beberapa orang teman. Tapi, baru minggu kemarin, Saya berhasil mencuri rekam suaranya dari dalam ruang karaoke itu. Saya berhasil. Dammnn.. Saya ternyata bukan hanya pecundang. Tapi, juga Pencuri. Perampok suara. Begitulah, Saya berkenalan dengan dia. Berkenalan dengan suaranya. Dia tidak pernah tahu, kalau Saya ketagihan mendengar Dia bernyanyi. Berulang kali, saya menghapus air mata dari ujung mata Saya. mengapa Saya menangis ? karena rasa perih itu, juga mampir buat Saya. walaupun Dia suka bernyanyi di pojok ruang. Perih iramanya, jalan mondar – mandir di depan mata dan hati Saya. Dan yang lebih memilukan lagi. Ternyata, nama kita sama. BODOH.. Saya baru tahu dari ceritanya malam ini.

Hai..
Hai juga.
May I come in ?
Of course

Kenapa ?
Saya harus bicara.
Bicara saja sesuka kamu. Tapi dengan satu syarat.
Apa ?
Nyanyi dulu
Sekarang ?
( Saya mengangguk )
Lagu apa ?
Mencintai untuk disakiti ?
OK

Lelaki tetangga Saya itu, seperti biasa mengambil tempat di pojok ruang, meraih gitar yang tergantung di dinding ruang depan ini. Lampu ruang tengah Saya biarkan temaram. Biar suasana perihnya kami rasakan berdua. Dia ambil mike, dari laci di bawa televisi Saya. Dia sudah hafal letaknya. Mungkin, malah lebih hafal daripada Saya.

Hanya air mata, dan sesal kurasa. Di depanku kau bercinta. Kau ingkari janjimu, tuk setia bersamaku. Kini kau bunuh hatiku. Ohh.. Ku tak ingin dengar ratapanmu, dan ku takkan lagi menyentuhmu. pergi dan jangan kembali. Ku ingin sendiri. Perjalanan panjang cinta kita sekejab kau hancurkan selamanya. Ini kah takdir untukku. Dicintai tuk disakiti.

Dia diam dua menit setelah selesai bernyanyi. Saya diam lebih dari dua menit setelah mendengar dia bernyanyi. Dia masih duduk di atas kursi di depan muka Saya. Saya masih duduk di lantai, tapi wajah Saya,sengaja Saya lempar agak jauh ke belakang. Menghapus air mata yang terlanjur jatuh. Sama seperti luka yang jatuh sampai ke hati. Saya berdiri perlahan. Dia masih duduk, sambil mulutnya berasap, tapi sudah tidak bergitar. Saya tahu, Dia memperhatikan Saya. Saya jalan ke arahnya. Saya peluk Dia. Saya berbisik pelan di telinganya. Pleasee.. Jangan pernah berhenti nyanyi ya. Karena lagu seperti cinta. Candu. Walaupun sakit. Tetep Candu. Lelaki itu hanya tersenyum. Sederhana. Seperti sebelumnya. Memegang tangan Saya. Melepas topinya.
Saya tertawa lepas. Menonjoki badannya. Sialan. Tangan Saya malah jadi sakit. Aneh. Tatapnya jadi dingin. Biasanya tidak begitu.

Saya mau mulai cerita.
( Saya mengangguk )
Kamu pernah memendam rasa cinta untuk seseorang ?
( Saya mengangguk lagi )
Sepuluh tahun. Bukan waktu yang sebentar. Perjalanan rasa sayang dan cinta, yang melebur jadi satu. Sampai sekarang. Walaupun, Namanya sudah berbeda.
Berbeda ?
( Dia mengangguk )
Sahabat.
Sahabat ?
IYa. Ternyata, nama itu jadi boomerang buat kisah percintaan Saya. Dari dulu sampai sekarang. Dan, perempuan itu hanya menganggap Saya sebagai seorang Sahabat.
Kamu marah ?
Tadinya. Saya tidak tahu, kenapa dia tidak bisa menerima Saya sebagai “ Lebih dari seorang Sahabat “. Padahal dulu, ketika masih bertitel pelajar. Saya dekat sekali dengan Dia. Saya terlalu sering berharap kalau Dia akan jadi bagian penting dari hati Saya. Menggandeng mesra tangan lembutnya, sambil terus bercerita dan tertawa. Huh.. Dia tidak pernah bisa merasakan degup yang kencang, ketika rasa Saya memandang Dia. Duduk di samping Dia. Melihat barisan gigi putih dan pipi yang bergerak selagi tertawa. Mata yang bulat penuh binaran. Saya bahagia. Ada Dia di antara teman – teman Saya. Teman Saya dan teman Dia sama. Kami berteman. Dia menolak Saya. Walau tidak terkatakan. Dia lebih suka Saya yang seorang sahabat. Dia takut ada benci. Dia mau selamanya. Kalau seluruh lelaki di dunia ini sudah tidak ada, baru Dia memilih Saya. Saya merana, menjadi urutan paling terakhir. Sementara Dia selalu ada di tangga paling atas hati Saya. Bodohnya lagi, Saya tidak marah. Saya terlalu cinta. Dan mulai sejak itu. Sampai sekarang. Saya jadi lelaki bodoh.
( Saya ketawa ngakak )
Kenapa ?
Lucu
Apanya yang lucu
Yang bodoh itu
Kenapa lucu?
Karena sama
Apanya yang sama
Bodohnya
( Saya lihat dia mulai gemas, eh..eh.. dia mulai bergerak ke arah Saya, seperti mau mencekik.. )
Iyaa..iyaa.. maksud Saya. Kita sama bodohnya.
Kamu ?
( Saya mengangguk )
( Dia gantian ketawa ngakak )
Apanya yang lucu ?
Yang bodoh itu
Aku ?
( Dia menggeleng )
Lantas ?
Lelaki dan perempuan bodoh..
Kita ?
( Dia mengangguk )
( Saya juga mengangguk )
( kita ketawa ngakak berdua )
Cepat ceritakan tentang lelaki bodoh itu.
Baik.

Dia mau cerita. Mulutnya diam sebentar. Sesekali menarik nafas. Dia mulai masuk ke dalam zona ketidaknyamanan, karena harus mundur. Rokok yang menyempil di jari nya itu, sudah nyaris membakar kulit tangannya. Baranya sudah hampir di ujung. Reaksi Saya cepat. Buru – buru Saya ambil sebatang lagi dari dalam kotak rokok Saya. Membakarnya. Menyelipkan di dalam mulutnya. Dia tersenyum seperti biasa.

Saya pikir 4,5 tahun mencintai perempuan yang lain sudah cukup memberi ruang buat Saya untuk melupakannya.
Tapi ?
( Saya menggeleng ) Ini lebih pahit ceritanya dari pada kesialan pada cinta pertama Saya.
( Saya penasaran ) teruskan.

Saya bertemu perempuan ini, di sebuah club. Perempuan pemabuk. Dia suka sama Saya. Saya tidak suka perempuan seperti ini. Didekatinya saya. Sampai Saya sendiri merasa takut. Tapi, perempuan itu butuh Saya. Butuh untuk berhenti. Berhenti dari hal yang buruk. Hal seperti yang dilakukannya saat itu. Dia menempeli Saya. Tapi, memang tidak mulai dari hati.
Akhirnya jadian ?
( Dia menggangguk )
Saya mencintainya. Tapi, Saya tidak sadar. Ada lubang besar. Ada penjara dengan tembok kawat yang tinggi. Dan, Saya ada di dalam sana. Kembali mencintai. Kembali disakiti. Kembali jadi seperti lelaki yang teramat bodoh. Kembali merasa sangat dibutuhkan, padahal perangkap yang sudah disiapkan dengan sempurna. Sangat sempurna.
Paling tidak kamu punya kekasih kan ?
( Dia mengangguk ) Saya mau mengubahnya.
Huh..Pahlawan kesiangan.
Saya tidak peduli. Saya yakin cinta akan mengubahnya.

Saya mulai tidak nyaman mendengar ceritanya. Perempuan itu bukan tipenya. Hebat. Tepuk tangan Saya dalam hati buat lelaki yang sekarang mulai melanjutkan lagi ceritanya.

Tahun demi tahun yang terlewati, Saya tidak pernah tahu, apa maksudnya. Saya mencintainya. Walaupun Saya sadar. Mama tidak suka padanya. Dan mulut Saya juga sudah berbusa, memintanya untuk sering ke rumah. Berdamai dengan mama. Banyak alasan. Entah mengapa. Saya masih terus bersabar. Masih ada banyak waktu.Sementara perangkap terus ditebar. Dan Saya mulai masuk ke dalamnya. Tanpa paksaan. Masuk dengan sendirinya. Ironis..!!! Perangkap dengan embel – embel mencintai.

(Saya biarkan Dia terus bercerita. Telinga Saya semakin peka menangkap aroma kebodohan. Berulangkali Saya meremas ujung baju. Menggigit bibir. Mengepalkan tangan. Menonjoki lantai. Anjing.. Lelaki itu seperti Saya dalam wujud yang berbeda. Saya seorang perempuan. Bebedah.. Ingin rasanya Saya sobek mulut perempuan itu. Supaya tidak mengantuk. Sengaja Saya buat dua cangkir kopi. Saya taruh dua bungkus Sampoerna. Saya buat semuanya sempurna. Supaya tetap tidak mengganggu ceritanya. Sumpah.. Nafas Saya turun naik. Dia tidak pernah tahu. Saya kembali mendengarnya bercerita.

Kebohongan demi kebohongan terjadi. Saya masih terus percaya. Saya tidak tahu. Ini namanya apa ? Cinta ? atau apa ? Sampai Saya pergi keluar negeri. Saya tidak tenang. Meninggalkannya seperti meninggalkan anak kecil satu ruangan dengan anjing helder atau harimau. Ingin rasanya Saya lari pulang. Logika Saya jadi berantakan. Shiitttt…

Dia buat ulah ?
Selalu. Dan, Saya terus memaafkan dia.
Bertengkar. Baik. Bertengkar lagi. Baik lagi.
Putus aja
Tidak bisa
Kenapa ?
Saya lelaki yang bertanggung jawab
Maksud kamu ? Apa yang Saya pikirkan ini, sama seperti yang terjadi sebenarnya ?
( Saya lihat kepalanya mengangguk )
Dammnn Shitt..
Taiiikkk.,… kenapa nafsu, jadi perusak segalanya. Hanya karena selaput itu sudah robek dan berdarah. Apa betul, teman Saya ini yang mengoyak pertama? Tidak ada yang tahu. Hanya perempuan itu.
Bodoh
Iya. Saya memang bodoh.
( Lelaki itu tidak pernah tahu, kalau ketika Saya mengatakan bodoh kepadanya. Itu juga bodoh buat Saya )

Kamu tahu, Saya menghabiskan uang Saya selama di luar negeri hanya untuk bertengkar di telepon. Padahal itu, hubungan antar benua. Bayangkan, berapa harga yang harus saya bayar ? tapi, tadinya Cinta mengalahkan segalanya. Saya tidak tahu. Kalau ini bukan cinta, ini pembodohan. Belum lagi, ketika Saya tahu, dia tidak pernah datang ke rumah ketika Saya pergi. Saya tahu dari orang rumah yang bercerita pada Saya. Dia coba mengelak. Mau coba bohong lagi. Bilang seperti ini, Mama tidak ada di rumah ketika Saya datang. Preet. Mama seharian di rumah, begitu mama terus melapor pada Saya. Huh.. Sudah berapa uang Saya kasih sama dia. Barang juga buat dia. Tapi semuanya, entah hilang dimana? Tapi Saya masih terus memberi ruang maaf itu. Saya tergila – gila apa ? saya tidak tahu..

( Stop..!!!! Saya juga membuat ruang itu. Saya yang membuat diri Saya sendiri menjadi bodoh.. Dan, lelaki itu menjadi sangat hebat, karena mampu membodohi Saya..)

BODOH
Kenapa kamu teriak ?
Karena kamu bodoh
Iya. Saya tahu, tapi ceritanya belum selesai.

Pulang dari luar. Saya sudah tidak mengalami indahnya Cinta. Entah dia dimana. Pergi. Sementara Saya. tiba – tiba jadi bahagia. karena bertemu lagi dengan perempuan, yang dari dulu sampai sekarang masih tetep indah, dari balutan seragam putih abu – abu, sampai seragam kerja yang memamerkan lekuk tubuh.
Saya kembali jalan dengan para sahabat Saya. Termasuk Dia. Saya bahagia. Ada sejuk di siang yang panas dala ruang jiwa. Saya tidak peduli. Saya harus bahagia. Walaupun hanya dalam lembar imajinasi Saya. Saya lebih tidak peduli. Ketika, perempuan Saya cemburu. Ketika perempuan Saya mulai marah.
Harusnya Saya yang marah.
Kamu itu pembohong.
Katanya tidak merokok.
Perokok berat.
Dari mana kamu tahu ?
Kamu kira, para sahabat Saya itu patung ? Mulut mereka bisu ? Mata mereka buta ?
Anjing.. kalau sudah tertangkap seperti begini. Senjata kamu hanya menangis. Kalau Saya ? menangis sama siapa ?

Habis sudah, hati dan jiwa Saya dikuras olehnya. Saya bahkan tidak lagi bisa percaya pada hati kecil Saya. Saya berontak. Saya mulai mengubah kehangatan cinta menjadi dingin hati seperti balok es batu berbongkah – bongkah. Perempuan itu sepertinya tahu. Saya tidak peduli.

Ceritanya semakin heboh. Mulut Saya sampai menganga mendengar Dia bercerita. Gemas betul. Ingin rasanya melempar perempuan itu dengan berpuluh – puluh gelas ke atas kepalanya. ( Sama seperti Saya juga ingin sekali melempar gelas – gelas itu ke kepala lelaki sialan itu ). Untung saja teman Saya yang suaranya merdu ini sadar.
Kamu beneran sadar ?
Iya. Tapi dia semakin ekstrim menyerang Saya.
Apa ?
Dia hamil
Kamu yakin ? Periksa saja
Sudah
Lantas
Dia malah pergi
Pergi ?
Iya. Setelah meneror dan menyerang dengan kata – kata. Dia pergi. Sepertinya ketakutan. Kakak Saya balas menyerang.

Bangsat.
Kenapa ?
Saya memang bodoh.
Kenapa ?
( mata lelaki itu mulai berair. Dia menangis. ) Saya terlalu bodoh. Saya sadar. Bahkan, Tidak seperak pun. Saya mengirim uang untuk keliarga Saya sendiri. Tidak. Tapi, untuk perempuan yang selalu memasang perangkapnya dengan kata – kata manis. Untuk perempuan yang sudah secara sadar Saya setubuhi ini. Saya berikan semuanya. Semuanya. Bahkan Saya berUTANG. UTANG yang bukan untuk Saya. Fuck… Shittttt…!!! Bahkan Saya terlalu bodoh untuk menceritakan ini semua. Saya sudah tidak ingat lagi. Saya sudah mengeluarkan berapa banyak. Dan, Dia tidak pernah puas menyerang Saya. Membawa nama jabang bayi dalam kandungan. Saya memang bodoh. Kamu teramat bodoh.
Sangat
Kamu kenapa ?
( Saya menampar diri sendiri ) Saya malu. Sebagai sesama perempuan. ( Saya menangis di dalam hati ) Kamu tidak pernah tahu, bagaimana dulu Saya pernah merengek minta disetubuhi. Karena Saya anggap hanya kehamilan lah, yang bisa membuat Saya dan Lelaki itu bersatu.

Tidak tahu. Ini yang namanya cinta ? Saya sayang sama Dia. Tapi, dia memanfaatkan Saya. Cinta semacam bisnis jadinya. Selama Saya masih menguntungkan. Kalau sudah tidak. Lambaikan tangan saja.
Sementara perempuan pujaan hati yang menjelma jadi sosok sahabat itu. Selalu ada di samping. Cinta semacam air di telapak tangannya. Dia biarkan tangan nya membentuk mangkok. Dan air itu masih terus ada di situ. Kalau tangannya dibuka lebar. Airnya akan jatuh. Kalau tangannya ditutup terlalu kuat. Air nya juga jatuh. Jadi cinta Saya seperti air dalam mangkuk tangan.
Si cantik itu tidak pernah tahu. Isi hati Saya. Bertahun – tahun. Tapi, Melihat senyumnya saja. Jadi, semangat buat Saya. Tertawanya, energi buat Saya. Ceritanya, jadi bagian dari lembaran terindah dalam diary hati Saya. Sampai seterusnya.

Dia tidak pernah tahu ?
Pasti Dia tahu
Tapi tidak mau tahu. Begitu ?
Betewe,
Balik lagi ke dalam cerita tentang perempuan dengan perangkap cintanya itu. Entahlah. Setelah dia melewatkan ajakan kakak Saya untuk periksa kandungan. Dia pergi. Tidak kembali. Pernah masuk ke pesan media online milik Saya. Mencoba menarik pada sebuah kenangan lama. Sayang. Sudah usang. Tidak terpakai lagi.

Sekarang, teman Saya itu dan Saya sudah duduk berhadapan. Saya lihat matanya. Dia liat mata Saya.
Kamu masih mencintainya. Sampai sekarang ?

Lelaki itu diam. Selalu membuang pandangnya. Tangan Saya mengambil dagunya. Membalikkan ke depan muka Saya.
Getarnya masih terlalu kuat. Saya mencoba menggesernya perlahan. Masih terus dicoba. Apalagi, Saya dan Dia. Ada di dalam lingkar yang sama.
Tangan Saya gemetar. Saya tidak kuat. Saya tampar mukanya. Dia kaget. Mengambil tangan Saya. diangkatnya ke atas. Dan bertanya.
Apa artinya ?
Kamu bodoh
Saya bodoh
Sangat bodoh

Waktu berlalu
Tanpa kesan pada kisah endapan hati bertahun – tahun. Yang selesai hanya dengan jabat tangan seorang sahabat. Sementara perempuan yang sudah 4,5 tahun menggali lubangnya sendiri juga buat Saya dan Dia. Terlalu berkesan pada kisah perempuan yang memanfaatkan cinta untuk dirinya sendiri. Lalu menukar cinta dengan harta.

Tangan Saya masih terus gemetar. Air mata Saya mulai tumpah. Sekali lagi Saya tatap bola mata lelaki yang sebenarnya juga sama rapuhnya. Tapi, berutunglah. Namanya Laki – laki. Ada batasan yang lebih jelas. Tangan saya sekarang menggenggam tangannya.

Kamu pasti dapat yang terbaik
Ambil sisi yang paling baik
Kalau tidak ada cerita masa lalu
Tidak akan ada cerita masa kini
Kita mungkin tidak bertetangga
Tidak saling menyapa
Tidak pernah tahu
Kalau Saya bertetangga dengan lelaki bodoh seperti kamu
( Saya tertawa menarik tangannya. Naik ke atas )

Ini balkon rumah Saya. Tempat Saya biasa melepas kebodohan yang juga sama. Saya lihat, lelaki itu menghirup udara malam yang bersahabat dengan bau tanah. Bau tanah basah. Kamu mau teriak ? silahkan.
Di luar dugaaan. Lelaki itu malah mengambil gitar yang sengaja Saya taruh di dalam pojok kamar. Mengambil kursi dua buah. Satu untuk Saya dan satu untuknya. Memainkan irama lagu. Yang sama seperti waktu datang tadi malam. Irama hati.

Sekarang sudah tengah malam.
Di atas balkon. Dia bernyanyi. Saya menghayal. Dia bernyanyi bahkan sambil menangis. Saya melap bulir air matanya dengan jari Saya. Lagu yang menusuk. Untuk hati yang tertusuk. Lagu ini dia nyanyikan untuk dirinya sendiri. Tapi perihnya tertusuk juga pada Saya ( Hey…!!! Saya juga merasakan hal yang sama. Lagu itu juga buat Saya )

Gitar sudah ditaruh kembali di tempatnya. Badan Saya sudah menempel pada lantai balkon. Badan Dia juga. Kita tidur melantai. Melihat langit. Melihat bintang. Melihat bulan. Entah siapa di antara mereka yang sekarang berlomba mengejek Dia ? arakan awan, seperti harapan yang selalu berjalan. seiring waktu. Semilir angin, seperti semangat. Kalau terlalu kencang. Menggigil. Terlalu pelan. Membuat telanjang, karena kepanasan. Saya biarkan lelaki sahabat Saya ini. terpaku pada kebodohannya. Cinta membuat Dia jadi bodoh. Bodohlah cinta. Bodohlah kamu. Suara persik – persik daun di atas pohon, terguncang angin. Memuntahkan air dari atas langit. Sekarang, jatuh pelan di muka. Semakin deras. Membuat basah. Kami masih terpaku di lantai. Seperti mata mulai dipejamkan. Merasakan jutaaan air, menusuk badan. Seperti jutaan kisah masa lalu yang teramat berat terpisahkan. Tapi, kenyataannya, hujan ini juga akan berhenti. Kisahnya juga akan menutup.

Masih hujan.
Saya melirik sekilas. Mukanya sudah tidak setegang waktu datang tadi malam. Sekarang sepertinya waktu beranjak naik. Dan, Waktu pun jadi saksi sebuah cerita bodoh dari seorang lelaki bodoh. Dan apalagi yang tampak bodoh selain SALAH MENCINTAI ? tidak ada. Hujan masih deras. Saya sentuh Dia. Kami beranjak berdiri. Masuk ke dalam kamar. Turun ke bawah.
Saya mau siapkan teh hangat. Dia menolak.

Saya mau pulang
Secepat ini ?
Sudah terlalu lama
Sudah terlalu banyak
Apanya yang lama ?
Seberapa banyak ?
Waktunya yang lama
Ceritanya sudah meluap
Lega ?
Iya
Masih merasa bodoh ?
Entahlah. Menurut kamu ?

Baru kali ini, Saya merasa bisa mengendalikan perasaan Saya. Emosi Saya. bergerak dan berhenti pada tempat dan saat yang tepat ( terima kasih atas cerita mu kawan. Walau api ini belum sempurna mati )

Saya baru sadar
Sadar apa ?
Bukan kamu yang bodoh
Lantas ?
Perempuan itu.. mungkin
Perempuan yang mana ?
Yang 4, 5 tahun itu
Perempuan yang satu lagi itu ? bodoh juga ?

Huh. Cinta serupa siluman. Selalu menjelama dalam bentuk apapun rupa. Dan harus punya alasan yang kuat. Mungkin, perempuan yang satunya lagi itu. Tidak punya alasan yang kuat untuk mengganti kamu dari sahabat menjadi kekasih. Atau mungkin dia tidak mau mengambil resiko untuk kehilangan kamu dalam waktu yang panjang, kalau akhirnya memutuskan untuk berhubungan.
Karena cinta kekasih sepanjang waktu yang dibuat. Cinta sahabat tidak lekang dimakan waktu. Yang ada hanya mantan pacar. Tidak pernah ada mantan sahabat. Perempuan itu memilih untuk lekang.
Walaupun kamu jadi tidak punya alasan kuat untuk menciumnya.
Saya menciumnya
Di bibir ??

Pintu rumah Saya terbuka. Dia akhirnya pulang. Dengan sekujur tubuh basah. Mudah – mudahan hatinya sejuk. Karena teman selalu ada untuk semua jenis cerita. Suka atau Duka. Cerita Cinta juga tidak mengapa. Teman itu adalah Saya. Teman itu adalah Dia. Teman itu adalah Kita.
Lelaki bodoh itu sudah pulang. Menyisakan cerita yang masih menempel di kepala. Menyisakan air mata yang masih betah di sudut mata.

Sudah lebih dari lima belas menit,
Dengan pakaian yang masih basah. Saya berdiri di tengah Jendela kamar yang basah dan berembun. Muka dan mata saya, lengket karena air mata. Sementara hujan di luar jendela masih deras jatuh ke bumi. Suara musik Hati Saya ini, terus menghantar jiwa menuju liang yang sunyi. Kamar sengaja Saya buat gelap, hanya sedikit cahaya bias dari lampu jalan depan rumah. Cinta selalu membuat orang jadi rapuh, seperti terjaga untuk mencari silet untuk menyayat tangan dan membiarkan darahnya tersebar di lantai. Kaki Saya seperti lemah dan cacat, tak mampu menopang badan dan kepala yang mengandung rintih tiada punya tepi. Perlahan Saya terduduk di lantai dan lantas berbaring di sana, membiarkan dinginnya yang berasal dari baju yang basah ini diserap tulang, yang membuat ngilu esok hari, dan masih terus menangis.

Masih melantai. Masih teringat wajah lelaki dalam figura yang kedinginan karena kehujanan di luar sana. Wajah lelaki yang menutup hatinya untukku. Lelaki, dimana cinta ini harusnya Saya persembahkan. Harusnya Saya. Bukan perempuan itu. Saya juga masih teringat lekuk muka lelaki bodoh dengan ceritanya itu. Cinta memang selalu membuat jadi bodoh.

Saya beranjak berdiri. Melepas semua baju yang basah. Mengunci semua pintu dan jendela. Tapi membiarkan hordennya terbuka lepas. Tidak mengapa. Saya Duduk di kursi sambil terus merokok. sambil telanjang juga. Burung – burung di atas pohon. Gelitik melihat ke arah tubuh Saya polos. Untung mereka bukan manusia. Ingatan Saya lari pada lelaki itu.
Mengingat Dia. Nafas Saya sesak. Saya berdiri di depan cermin. Masih memegang rokok di tangan. Melihat wajah dalam cermin. Melihat pisau berserakan di mana – mana. Di mata. Di mulut, di telinga. Pisau yang sewaktu – waktu harus segera digunakan. Hanya untuk membuktikan kalau Saya memang perempuan yang BODOH. Sekali lagi, tetap bodoh. Karena menangis dan membuat merah mata, mengingat Dia lagi. Dan lagi. Sementara perempuan yang lain yang mendapatkan lelaki itu tidur pulas sambil bermain kelamin dengan ( mantan ) lelaki Saya dulu. Jadi, kenapa harus ada air mata. Kenapa harus merindui kenangan yang mungkin berarti buat Saya. Tapi, hanya jadi bungkus kacang olehnya. Damnnn.. !!!!

Cermin ini lantas seperti berubah bentuk jadi lelaki di dalam bingkai foto itu. Saya berteriak.
Kamu butuh apa dari Saya ? Saya bertanya sambil menahan gemetar kaki dan tangan. Rokok Saya bahkan nyaris terlepas dari selipan jari. Ambil kemaluan Saya. Tapi jangan harga diri. Hanya itu yang Saya punya. Kamu mau ambil juga ?? Siaallannn…

Taiikkk.
Sampai sekarang. Hati Saya sudah mulai karatan. Seperti tetangga Saya yang bicara tentang kasihnya yang tidak sampai. Saya juga mengalami hal yang sama.
Saya lari mengambil figura dari atas meja kecil samping tempat tidur. Melotot melihat wajahnya lagi. Untuk yang kesekian kali. Nafas Saya naik turun. Tidak beraturan. Mungkin nafasnya setan – setan juga sama. Melihat Saya telanjang. Saya buka figura itu, dan Saya ambil foto dari dalam sana. merobek – robek fotonya menjadi bagian kecil. Teramat kecil. Lalu masuk ke dalam mulut dan saya kunyah sampai lumat dan Saya muntahkan di wastafel. Setelah itu Saya tertawa. Lima menit kemudian. Saya menangis.
BODOH.
Saya memang bodoh.
Tapi Saya tidak gila.
Saya tidak butuh lelaki dalam figura yang mukanya sudah habis dilumat, dan bergerak masuk ke dalam pipa air wastafel. Biar saja dia Mampus, dengan begitu Saya senang. Atau Biar saja Saya yang mampus, dengan begitu dia yang senang. Kalau perlu. Mampus saja kita berdua. Siapa yang senang ? Setan ? iya. Karena penghuninya bertambah dua orang.

Sialan.
Taik.
Bangsat.

Saya ambil hape. Memutar angka telepon.

Halo
Ada apa lagi ?
Nyanyi yuk
Lagi kenapa ?
Lagi bodoh
( dari seberang telepon Dia tertawa )
Kenapa tertawa ?
Karena kamu bodoh
( saya gantian yang tertawa )
Kenapa tertawa ?
Lupa yah, kalau kamu juga bodoh
( kita ketawa berdua )

Cepat datang
Tapi, sudah pagi
Cepatttttt … !!!
Iya. Perempuan bodoh
Terima kasih.. lelaki bodoh.

( dan Saya cepat – cepat pakai baju )
Suara pintu diketuk.



The end.
Jakarta, Sabtu. 02.00 wib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar