NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Sabtu, 09 Oktober 2010

DI SEBUAH BALKON HOTEL

Mpok Mercy Sitanggang


Menurut Saya belum terlalu malam, untuk sekedar menyapa kata yang terlalu lama dicueki karena kerja yang cemburu tidak suka disambi . akhh.. kenapa selalu malam bila harus bercinta ? mengapa jari - jemari ini terlalu cinta pada gelapnya langit dan sepoynya udara malam. Bahkan mereka lebih memilih untuk menari di balkon kamar ini, dibandingkan di atas meja samping tempat tidur atau di tempat tidur sekalian. Padahal kalau Saya mengantuk, akan lebih mudah untuk kepala Saya ini terbaring karena jatuhnya pasti lebih empuk. Di atas kasur atau langsung di atas bantal.

Apa ?

Menurut kamu itu tidak romantis ?
Alah, tau apa kamu tentang romantisme..

Ngambek ?

koq, kalian kompak menutup diri dan menolak untuk menari malam ini ?
iya .. iya.. Saya minta maaf. Saya lupa, kalau kalian juga punya hati, makanya malam ini, atas dasar luapan hati ini, kalian memintaku untuk duduk di depan balkon kamar. Baik. Akan Saya lakukan, asalkan kalian tidak jadi ngambek. Bisa runyam urusan Saya, kalau kalian tidak sudi lagi menari untuk Saya, atau mau menari tapi tidak sepenuh hati. Yang ada, kerjaan tidak selesai, Saya malah bengong di depan layar itu, percis seperti sapi ompong.

ehh.. malah ketawa, kalian pikir lucu apa, melihat muka cantik Saya tiba - tiba berubah jadi muka perempuan sinting tapi tolol. Mulut menganga, pantat menungging dan lidah menjulur..

Weleh - weleh.. ogah tenan Saya rek.. rek..

Saya mengikuti arahan mereka, untuk memindahkan badan Saya sekaligus sahabat Saya yang satunya lagi ini, beserta dengan peralatan perangnya, kabel - kabel ini juga harus dipindahkan badannya, siap mencari colokan listrik yang baru. Asik.. ternyata ada di balik pintu, kabelnya apakah cukup panjang ?
Yes. Thanks GOD..

Duh, malam ini dinginnya bukan main, apalagi ini bukan di daerah Saya sendiri. Kenapa ? kamu bilang kalau dinginnya ini romantis ?
semuanya aja kamu bilang romantis. Di balkon romantis. Dingin romantis. Sekalian aja kamu bilang kalau asap rokok juga romantis ?? iya ??
Apa ? emang iya ?

Sialan.

Padahal rencananya malam ini, Saya tidak mau mengotori mulut dan bibir Saya dengan asap. Sialan dua belas, rayuanmu maut kawan, baik.. Saya akan berasap.
Tapi, Saya tidak punya rokoknya.
Apa ? tadi kamu lihat teman satu kamar Saya ini, yang sekarang sudah tidur, punya rokok di tasnya ?
Ternyata awas juga yah kamu..

Sssttt... jangan berisik yah. Saya mau masuk ke kamar dan diam - diam mengambil rokoknya itu. Ambil satu atau dua yah ?
Apa ? satu bungkus ? Kalau itu mah bukannya minta. Tapi, m. e. r. a. m. p. o. k.

Kaki Saya langkahkan super hati - hati, maklum Saya takut teman Saya ini terbangun. Kasihan. baru saja dia mengeluh kalau perutnya sakit. Sudah beberapa kali Saya perhatikan dia bolak balik ke kamar ini. Saya tidak berani bertanya, eh malah dia yang curhat sama Saya, tadi sekitar 1 jam yang lalu, katanya begini.

" Aduh, perutku sakit sekali.." kata temanku, sambil memegangi perutnya, dan berjalan membungkuk, percis sekali seperti jalannya opung Saya yang ada di kampung #maaf ya kawan, bukan maksud menyindir, memang benar bungkukmu mengingatkan Saya
Lantas, demi melihat dia kesakitan seperti itu, Saya minta dia untuk langsung istirahat. Tidak usah memikirkan pekerjaan. Diapun akhirnya tidur, dan tidak lupa mengingatkan Saya untuk tidak begadang.

Lah, tadinya memang Saya mau langsung tidur. Tapi, ini neh, mereka memaksa Saya untuk duduk di balkon, dengan alasan yang sangat klise. Udara dingin di luar sana, sangat romantis, kalau hanya mau tidur, buat apa jauh - jauh pergi ke bandung.
eh.. inget yah, Saya ke sini itu, bukannya jalan - jalan. Saya kerja. Dari tadi kan, Saya ngajak kamu kerja, pernah kamu tidak kerja dari pagi tadi ? enggak kan ?
Nah, jadi boleh dong, otak Saya mau istirahat. kalau kalian mau menari yah menari saja, siapa yang melarang ?

Jawabannya adalah. Kalian tidak mungkin menari tanpa mengajak Saya.Wong Saya yang hapal bentuk - bentuk tariannya dan ke arah mana saja jalan gerakannya, dan berapa lama tarian itu bisa dilakukan. Kalau hanya kalian saja, mana bisa.
loh ada yang ngambek juga sambil batuk - batuk di depan.
meja tempat dia duduk jadi goyang - goyang karena batuknya tuh.
Makanya, ga usah ngambek lah. Mereka juga ga mungkin menari di lantai. di tempat tidur. Pastinya menari di atas kamu. Bukannya waktu itu, kamu konspirasi sama mereka juga, bisik - bisik mengatakan kalau menurut kalian, menulis itu seksi. Kalian tau tidak, saat itu sebenarnya Saya bete. Karena saat itu, Saya inginnya bercinta dengan tumpukan buku - buku Saya. Kalian tidak tahu kan, bagaimana mata ngambek sama Saya. Dia bisik - bisik, dengan kalimat yang lumayan tajam dan ketus #percis kayak mulut perempuan.. pedes

" Kalian pikir, Saya tidak capek, membagi konsentrasi antara halaman itu dengan layar yang menyilaukan ini. Egois. Capek tahu. Saya kan juga butuh istirahat. " begitu dua bola itu suka marah sama Saya, kalau dia disuruh begadang, terkadang sampai pagi.

Udah - udah..neh.. rokoknya sudah ketemu. Koreknya juga. Ayo, kita keluar lagi. pelan pelan jalannya.

Sekarang Saya sudah duduk di balkon depan kamar.. sebuah hotel yang letaknya percis di depan jalanan. Posisi kamar Saya ini juga lumayan strategis, karena pemandangan ke bawah dan ke atas sama indahnya. Tiupan udaranya, dingin menusuk sampai ke tulang rusuk, tapi nikmat. Huh..kalau di jakarta, Saya biasanya sampai harus membuka baju dan membiarkan menari hanya dengan memakai beha saja. tidak apa - apa, toh di dalam kamar saja. Masa iya, Saya menari di balkon rumah, hanya memakai beha saja ?

hufffff.. Biarkan Saya bermain asap sebentar. Saya pernah loh belajar dari seorang teman, bagaimana bisa mengeluarkan asap dalam bentuk lingkaran, tapi berulang kali Saya mencoba. Nihil. Tetap Tidak bisa. Sialan, sepertinya otak Saya tidak terlalu pintar menangkap ilmu - ilmu yang begituan.
Duh, kenapa sih kalian bersepuluh cemberut melulu ? kamu juga.. kamu juga..
iya Saya tahu, kalian lebih suka Saya langsung menari yah ? karena, kalau menari, kalian semua Saya libatkan, kalau merokok yang dipakai hanya sebagian saja dari kalian yaaa ??
kamu kenapa lagi ? kedinginan?
duh, cerewet banget sih kalian.

Iya.. iya Saya akan mulai menari.
pertama - tama, biarkan Saya berfikir dulu mau menari apa. dan seperti apa gerakan - gerakannya.
Yup.. mulai.

Malam ini Saya mau mulai menari di atas kamu, bergerak, mengatas namakan CINTA. Saya lagi butuh cinta neh. Dicintai dan Mencintai. yuuk, laksanakan.

Oke.. perlahan - lahan Saya dan mereka mulai menari di atas Dia. Awalnya biasa saja, sampai akhirnya ketika Saya mulai garang dan Jalang menyoal soal Cinta, bahkan nyaris bicara tidak lepas dari selangkangan dan keperawanan, mereka lantas ngebut seperti kesetanan, terus saja menari, mengatakan kalau di atas nama Cinta tidak ada nafsu yang tidak ada batasnya. Semuanya diatur oleh karena rasa cinta itu. Saya sepakat. Dan karena kesepakatan itulah, Saya merasakan gerakan Saya dan Mereka begitu cepat di atas Dia..

" Woi pelan - pelan, sakit sekali kalian menarinya, bergeraknya jangan kasar - kasar. Kalian lupa, kalian itu menari di atas badan Saya.. jadi lembutlah... jangan beringas seperti itu... " huh.. lagi - lagi ngomel..

Tapi,

Tiba - tiba, mereka kompak berhenti bergerak. Otak Saya koq jadi buntu yah. Selalu buntu kalau bicara soal itu, gerakannya koq jadi terbatas yah ? koq sekarang dua bola ini, jadi melankolis dan lantas mau menangis. Pleaseee jangan... kalian tahu kan, kalau Saya sudah mulai menangis, maka susah buat Saya untuk berhenti.
Nangis itu seperti candu buat Saya.
Sialnya lagi, menangis di depan balkon begini, koq nangis Saya semakin lebih bermakna yah ? jadi lebih sedih. ya Tuhan.. air mata ini kenapa jadi tumpah seperti hujan tadi sore. Pleaseee... jangan sampai banjir. dan so sweet.. mereka bersepuluh tanpa ragu mengusap air - air itu sehingga tidak ada satu juga yang tersisa, mengotori muka Saya yang cantik ini.

Setelah mengering, Saya bercerita buat mereka, kenapa Saya sampai menangis.
" Buat Saya tempat ini, luar biasa berkesannya. Banyak cerita. Cerita duka dan cerita suka.. berawal dan berakhir di sini.. Dulu, ketika Cinta masih milik Saya dan Dia.. kami berdua sering sekali menghabiskan waktu hanya untuk bicara dan bercerita di tempat ini... di sebuah balkon. di sini kami biasanya berpelukan, dan bahkan paling sering ciuman, tanpa kami berdua harus malu atau kuatir, akan ada banyak pasang mata yang melihat kami berdua bermesraan di sini. Awalnya Saya yang peduli.

Tapi, lama kelamaan, buat Saya juga sama saja, Toh kalau mereka mau melakukan yang sama seperti yang Saya perbuat.. yah silahkan saja. Hanya sebatas itu. Tidak lebih. Kalaupun terjadi, hal tersebut, bukan menjadi konsumsi publik untuk diceritakan. But please, trust me.. Saya masih perawan.. !! camkan itu... " Saa menyelesaikan cerita Saya itu, sambil sesekali menghela nafas dalam - dalam.

Mereka mendengarkan Saya dengan setia.

Lalu Saya memutuskan untuk kembali menari di atas Dia..
Menari tentang tarian rindu, rindu untuk siapa ? untuk siapa saja, kawan, sahabat yang merindukan Saya. Walaupun bersama mereka, Saya tidak mungkin berciuman.

Ciuman itu hanya boleh sama pacar.
Kalau sama teman, itu namanya Hubungan Tanpa Status.

Hanya lima menit Saya menari. lalu, kemudian, Saya meninggalkan kursi dan meja tempat Saya tadi menari bersama mereka diatas Dia. Sekarang Saya sudah berdiri.

Menempel di balkon. Merindu.

Saya melihat ke atas, ke arah bintang. Banyak sekali mereka. Tidak di bandung atau di jakarta, mereka selalu setia menemani Saya menari.
Tiba - tiba Saya kangen seorang sahabat.
Sahabat yang juga sahabat dalam menari. tapi dia tidak sedang ingin menari. Khayalnya jauh mengembara, entah kemana.
Tiba - tiba Saya merindukan dia. Biasanya, sepulang kerja, kalau kami sedang ingin menyapa, dia menelpon Saya, dan kami akan bicara panjang lebar di rumah... tepatnya.. di balkon depan kamar Saya.

Duh.. entah kenapa, koq Saya suka sekali pada balkon kamar. Makanya, kalau Saya diajak untuk keluar kota dimanapun juga, hal pertama yang Saya tanyakan tentang hotel tempat menginapnya adalah, " Kamarnya ada balkonnya tidak ? " kalau ada Saya akan sangat senang..tetapi kalau tidak ada pun, tidak apa - apa.

" Loh, koq begitu ? " Mereka dan Dia bertanya dengan pandangannya yang seolah tidak menerima pernyataan Saya.

" Karena balkon yang sebenarnya ada di dalam hati Saya, tempat setiap malam, Saya menyenderkan hati Saya di sana. Nikmat sekali. " sekali lagi saudara - saudara Saya mulai melankolis.

AKhirnya Saya mengalah oleh badan. Saya sudah tua, tidak mudah lagi. Saya tidak kuat lama - lama berdingin - dingin ria seperti ini. Terasa ngilu semuanya.

" Maafkan Saya.." kata Saya untuk mereka bersepuluh, yang mungkin belum puas menari.
untuk layar yang mungkin belum penuh dengan kata dan kalimat.
untuk dua buah bola, yang juga mungkin belum lelah.

Saya harus tidur.
Saya tidak bisa menyelesaikan tulisan Saya.
Besok pagi, Saya masih harus bekerja.

Saya tutup Dia. Saya pijat -pijat mereka bersepuluh. Saya masuk ke dalam kamar. Baru saja Saya mau menutup pintu, ada yang menyapa sedikit marah, karena merasa tidak disalami. Bulan yang senyumnya sedikit cemberut, pohon - pohon yang sedari tadi menatap dan mendengar pembicaraan kita.. untaian angin yang tidak akan selesai. #bahkan sampai kapanpun

" Selamat (tengah) malam sahabat.." Saya melihat lambaian mereka satu demi satu.

Saya naik ke atas tempat tidur, melihat sejenak teman yang sudah nyenyak menyatu dengan mimpinya yang Saya tidak pernah tahu. Menarik selimut, dan membiarkan mereka bersepuluh hangat di dalam sana.

" Selamat tidur.. besok malam, kita menari lagi yah.." kataku sebagai pemisah.

" Setiap malam.. " ralat mereka.

Sebelum tidur, Saya membiarkan dua buah bola itu mengerling ke arah Dia yang sudah sedari tadi tertutup dan diletakkan di atas meja.


The end.

*ditengahaudisiclearhairmodelbandung,17september2010,Hotel Santika*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar