NAMA GUE "MPOK" MERCY

NAMA GUE "MPOK" MERCY
TULISAN-TULISAN GUE GOKIL BIN DODOL, COZ GUE MPOK MERCY.. manttaaappp...!!!!!!

MPOK YANG BATAK... MPOK YANG HORASSS...!!!!

GUE ADALAH CERMIN YANG SEBENARNYA...

GUE BERKARYA KARENA GUE MASIH HIDUP. DAN AKAN TERUS BERKARYA SELAMA GUE MASIH HIDUP..*yee kalo udah metong gimana mau berkaryanyaa....GEPLAK...!!!hihihi

ADA DUA SISI DALAM HIDUP GUE ..*efek bintang GEMINI kalee yeee...

GUE HEPI JADI " MPOK" HIDUP GUE PENUH DENGAN TERTAWA, KEGOKILAN, IDE-IDE TOLOL DALAM OTAK CERDAS GUE, DAN MATERI-MATERI GELOO YANG GAK BAKALAN BERHENTI GUE TULIS DAN... KIRIM..*pliss gue gokil tapi gak toloolll...weiittceeee... i am smart ladyy...cieeee

PEREMPUAN HITAM YANG CANTIK BIN GOKIL..ITS ME

WELCOMING HOME...

Senin, 21 Desember 2009

MENUNGGU ARIS DATANG

Siapa sih tamu kehormatan itu ?



Yang kedatangannya sangat ditunggu oleh tiga makhluk dalam sebuah resto noodle.

Onya dan Ira datang duluan, langsung memesan tempat di paling podjok, sementara aku datang terlambat, berlari sambil datang tergesa.

" maap yaaa... kakiku teramat lambat "

datang terlambat, tapi memesan duluan.

LAPAR.

cacing - cacing di perutku, sedari tadi mengamuk, meminta haknya padaku, malah sampai memukuli dinding perutku.. kejam, biar, nanti kamu makan semua yang aku pesan.

Tapi please dong, jangan aniaya aku seperti ini.



Siapa sih tamu kehormatan itu ?



Aku meminta jawaban pada Onya dan Ira, yang membalas tanya itu dengan senyuman yang mengerling misterius. Huh..

Bayangkan, aku sudah tinggalkan pekerjaan menumpuk yang berserakan di meja kerja, lantas aku juga sudah membatalkan janji penting dengan " juga " seorang tamu penting ( tapi, sepertinya tamu ini lebih penting dari pada tamuku ).



Siapa sih tamu itu ?

kemarin Onya mengirim ribuan sms, mengingatkan pertemuan hari ini, ditambah kata PENTING di akhir smsnya.



" Siapa sih dia Onya ? " aku penasaran.

" Mau tahu ? " aku cepat mengangguk.

" janji ga pingsan ya ? " aku cepat mengangguk lagi.



Onya lalu memandang Ira meminta persetujuan, Ira memandang aku, lalu menjulurkan lidahnya, sialan... malah meledek aku.

akhirnya,

" Kita lagi nungguin mas Aris." Onya, buka suara juga.

" Siapa tuh ?" tanyaku enteng. enteng banget.

Sambil mulai membakar rokok pertamaku hari ini.

" Penerbit. " jawab Onya. Ringan.

" Oh.. Penerbit.. " jawab aku juga ringan, sambil menyeruput minuman dalam gelas, selang beberapa detik, baru aku tersadar dan berteriak,

" hah ??? hah ?? PENERBIT " aku teriak kenceng banget, aku yakin, semua orang dalam resto itu, pasti memandang sebel ke arah ku.

Onya dan Ira mengangguk pasti.



Aku kegirangan. Peluk Onya dan peluk Ira, sampai mereka gelagapan tidak bisa bernafas, lalu kita ketawa bersama.



Penerbit ?

Akhirnya..



Tiba - tiba tanpa sadar, aku jadi tersenyum - senyum sendirian.

Jadi teringat cuplikan Notes yang aku buat kemarin malam, kata - katanya seperti ini, " bahwa aku mau menikah dengan laki - laki yang suka menulis notes juga, sama seperti aku." lalu aku mulai mnertawakan diriku yang menghayal jadi seorang penulis, atau jadi isterinya penulis ? hahahahahahahahahahaha..........



Sambil terus berasap, dan sesekali menghembuskan asapnya ke atas, aku terus membayangkan seperti apa rupa Aris dalam bentuknya yang nyata ?

Mudah - mudahan bisa menjadi inspirasi cerita - ceritaku berikutnya.

asik meraba, tidak terasa jarum jam terlalu cepat bergerak.

Aku tersenyum, membayangkan ada seorang laki - laki yang melambaikan tangannya padaku, dan dia sekarang bahkan sudah mulai mendekat ke meja kita, dan sekarang tepat percis di depan badanku, dan aku yakin dalam hitungan ketiga, dia akan mulai menyapa aku.

satu

dua

tiga



" Jadinya, mau pesan apa ya bu ? "

loh ? koq pelayan ? SIALAN.



Tinggal Onya dan Ira yang ketawa ampe kepingkal - pinggal lihat gaya aku yang super lebay. Aku cemberut, melihat bayangan yang tidak berujud.

Sambil pesen makanan, mataku tetap saja bergerak ke kiri dan ke kanan mencari sasaran.

Sasaran yang super lebay juga, karena tidak datang - datang.

Yang datang malah pelayan.



Sekarang sudah batang kedua dari rokokku.

Aris belum juga muncul.

Ira masih asik main facebook di laptop Onya ( yang harganya super mahal.. ), sementara Onya, asik juga ketawa - ketiwi sendirian sambil, menulis sesuatu di blackberrynya ( yang harganya super mahal juga )



" Onya, koq bisa ketemu dia ? " tanyaku yang berhasil menghentikan ketawa onya dan ira.

" Ada aja.." jawab Onya enteng.

" Mungkin ini yang namanya jodoh.." lanjut Ira menjawab, tapi matanya masih tetep ke arah layar laptopnya.



Jodoh berbuku atau jodoh berorang yah ?

Dasar penulis lebay, pikirannya juga lebay.



Tidak lama pesanan kami datang.

Onya memesan banyak sekali makanan. Mataku melihat makanan ini sambil melotot.

" Ga salah nih nya? "

" Salah kenapa ? makanannya masih kurang ? "



Edan.

Udah sebanyak ini, masih dibilang kurang.

Susah, kalau punya temen, uangnya banyak. hihihihi



" Seperti apa yah orangnya ? " aku mengajak mereka menebak seperti apa Aris ini.

Pancinganku ini, berhasil membuat onya mematikan hapenya dan ira mensign out facebooknya.

Lalu, aku melihat Onya membalas tanyaku dengan menaikkan kedua bahunya, lantas menggeleng, dan dengan raut muka yang tidak jelas juga.

" Maksud loe ? loe belum pernah ketemu ? " terasa betul, aku memperjelas ketidak tahuan itu.

Lebih dijelaskan lagi dengan balasan anggukan kepala Onya.

Keningku berkerut. Alisku naik penuh tanda tanya.

" Koq, bisa janjian ketemuan ? "

Onya memandangku dengan tatapan sumringah yang aneh.

" Kalau gw kasih tahu, ntar loe jadi saingan gw lagi.. " terus onya membuat gerakan seperti mengunci mulutnya dan gemboknya dibuang jauh ke luar resto.

" SIALAN.... ga pernah mimpi bu... "

Padahal sudah melakukan kurang lebih, sedikit banyak paksaan, tetapi tetap saja Onya tidak mau berbagi rahasia, dia cuma bilang begini, " Kalau jodoh mah, ga kemana yaaaa... "

Tinggal Ira yang juga meninggalkan senyum simpulnya, senyum yang berarti.

weleh...weleh..

jodoh ?

jodoh baut buku ?

atau jodoh dengan penerbit buku neh ?

hihihihihhihihii...



Aku biarkan rasa penasaranku menguap seiring perutku yang mulai terasa sakit, karena kelaparan.



Pucuk dicinta, ulampun tiba.

Perut lapar, makananpun tiba.



Tapi, tanpa mengurangi rasa hormat, dilarang menyentuh makanan, sebelum tamu kehormatan itu datang. Tidak sopan ( itu menurut Ira ), tapi cacing - cacingku ini, mana mengerti kaidah sopan santun ??

akhirnya, aku mengeluarkan jurus membujuk, membujuk cacing - cacingku, supaya mau bersabar sedikit saja menunggu " Aris datang... "



Sambil menunggu, kami mengisi dengan bercerita, cerita - cerita masa depan. Cerita yang bertawa, ketawa yang lepas, kompensasi bete menunggu juragan yang tidak kunjung tiba.



Aku sungguh penasaran.
Aku memilih kembali merokok. Daripada penasaran dan kelaparan.
Sementara Onya, masih terus menghubungi Aris.

Lantas meja kami sudah penuh sesak dengan makanan, yang terus memanggil - manggil, Lantas belum juga ada tanda - tanda manusia dengan gambar buku terlukis di wajahnya, tampak di sini.

" Dia sekarang ada di Gramedia, sedang bergerak ke atas "

Lantas, kami bertiga, bergantian menatap makanan yang berkumpul di atas meja, makanan - makanan enak yang dicueki, aku yakin banget, kalau sebentar lagi, makanan di depan mata ini, tidak dimakan. Maka, aku yakini pasti, selera makan kami akan segera menguap.
Menguap, seperti Aris yang tidak datang juga.

Tiba - tiba, tanpa dikomando sama sekali, kami bertiga saling lihat - lihatan dan langsung bergerak bareng menyambar sendok, garpu dan mulai memainkan benda - benda itu di atas makanan yang sepertinya mulai mendingin..
makan yang begitu bernafsu.
begitu bernafsu sambil menunggu Aris.
(maap yah, kelamaan menunggu kamu )

Duh, Aris kamu dimana sih ?
Duh, Aris kamu tuh yang mana sih ?
( sambil makanan mata terus mencuri ke depan )

Masih sambil mengunyah, mata kami terus mencuri - mencuri ke arah orang - orang yang seliweran di depan resto. Curiga pada semua pengujung yang lewa dan membawa tas plastik dengan tulisan Gramedia.
Sekarang, kami sudah berubah menjadi para cenayang.
Sonya Gendeng Pamungkas.
Ira Joko Bodo.
Dan aku, mama Laurens ( pastinya )
hihihi
terus, menerka - nerka setiap orang yang lewat, dan lagi - lagi kecewa, lagi - lagi kecewa, karena orang yang menurut kami itu dia yang bernama Aris, ternyata lelaki ganteng itu tidak masuk resto, kakinya melangkah ke jalan yang lain.
duh, kelamaan neh, mata kami bisa jereng, melihat orang banyak yang seliweran di depan mata.
woi... siapa dari kalian yang namanya Aris ?
Ayo ngaku...
Ayo ngaku...
Kami lantas tertawa, sudah tentu menertawai kebodohan kami, mencari nama Aris di antara orang - orang yang namanya bukan Aris.
Membayangkan muka Aris di tengah orang - orang yang mukanya ( tidak tahu ) apakah seperti mukanya Aris.

Menurut aku, kalau seseorang kerja di sebuah penerbit, pasti rupa mukanya itu percis sama seperti kutu buku, tapi memang belum cukup bukti atas teori tersebut.

duh.. sudah mulai jenuh, walaupun cacing - cacingku sudah mulai tenang dan sekarang pasti sudah mulai mengantuk ( seperti aku ).
Aku kembali dan kembali mengeluarkan sebatang rokok. Entah sudah yang keberapa ( lupa menghitungnya ). Jangan sampai aku jadi bengek, karena kebanyakan merokok sambil menunggu laki - laki yang bernama Aris itu.
Lagian, kenapa sih, kita jadi penasaran cuma gara - gara seorang laki yang namanya Aris ?
Mending keren ( ga tau juga sih )

Sebenarnya, kami bertiga, gugup. Karena, ini kali pertama, kami berjumpa dengan Penerbit, apalagi aku, tidak pernah berpikir membuat buku, cuma berani bermimpi, tapi sekarang mimpi itu coba diwujudkan Sonya. Via Aris.
Tanpa sadar, kami bertiga saling memegang tangan masing-masing, dan kepala mulai bergerak menunduk dan berdoa.
Amin......
Lumayan khusuk, karena nafas kami bertiga, terdengar.
Lumayan tenang, karena sudah berserah pada Doa.

Aku : Seperti apa yah rupa si Aris itu ?
Sonya : Orang jawa, logatnya medok ( asal tebak )
Ira : Yang pasti usianya masih muda dan kulitnya putih ( sambil senyum ngebayangin )
Mercy : Menurutku dia keturunan Cina

loh.. loh.. loh..
Cina ? How come ?
Koq cina sih ?

Aku : Eh... jangan salah, banyak juga loh kaum keturunan itu, yang suka dunia bisnis buku.
Ira : wah, kalau cina mah, mending buat gw ajaaaa... ( masih senyum sambil ngebayangin )
Sonya : Yang penting, pasti orang jawa, soalnya waktu di telepon sama gw, ngomongnya medok banget..

Ya sudah, kita lihat saja nanti.
Kami hebat yah, bisa jadi peramal neh..
Masih sambil tertawa.
Kami tiba - tiba melihat, ada seorang laki - laki separuh baya dengan paras seperti orang india, berparas tinggi besar, dan membawa tas berlabel Gramedia.
Dia ?
Aris ?

Aku : Bukan Cina, koq ?
Ira : Kulitnya ga putih, koq ?
Sonya : India koq ngomongnya medok jawa yah ?

Aku : Ga papa deh, yang penting ganteng ( kayaknya dia neh, jodoh aku )
Ira : Ga papa deh, tetep bersih koq kulitnya ( kan nanti bisa luluran )
Sonya : India Jawa, lucu juga... pasti ibu india bapaknya orang Pekalongan.

mari masuk .. silahkan masuk..
ayo masukk...

loh.. loh.. koq malah lewat ?
( katanya bawa kantongan Gramedia )

Bodoh... emangnya cuma Aris doang, yang boleh mampir ke Gramedia ?
yaaaaaa....
SIALAN... gagal maning.
( kita bertiga, kompak ngeliat jam, ya ampun sudah 1 jam lebih loh kita nunggu )

Sudah gila jadi peramal, nihil pula hasilnya.
Sudah terbakar mulutku, merokok terus.
Sudah hampir bego, kita bertiga.

Sampai akhirnya..
Ada laki - laki kulit coklat ( tidak putih), rambut sedikit ikal, badan sedikit gempal, tampang seperti wartawan, tampang pribumi ( tidak cina dong ).
Apakah itu Aris ?
Itu Aris ?
Tanpa plastik Gramedia ( bodohnya aku, tidak semua pengunjung, diwajibkan untuk membeli kan ? )
Kami bertiga melihat laki - laki itu ( berbarengan ) dan tersenyum, ketika dia mulai menghampiri meja kami.

" Hai, saya Aris.. "
Spontan, kami bertiga berdiri dan menyerahkan tangan kami bergantian menyalami tangannya Aris.
Kami saling bertukar kata dalam hati ( saling membaca pikiran ) sambil melihat ke arah ID Card Aris yang menggelantung di lehernya.

Aku : Dia suka nulis ga yah ?
Sonya : Sepertinya gw yang menang, ga denger gimana medoknya dia ngomong ?
Ira : maap yah, aku suka cowok yang kulitnya putih.

Ramalan yang salah.

Setelah itu, kami menyuruh Aris untuk duduk, dan memesan makanan ( ternyata dia sudah makan ), kalau begitu memesan minuman.

Senangnya bertemu Aris.

" Maap sekali, saya terlambat. "

Aku : Ga papa koq, belum terlalu lama ( gila lo... rambutku sampai keriting begini )
Sonya : Biasa mas, kita memang biasa nunggu koq ( Sumpah, temen gw ini lebay banget.... )
Ira : Ga masalah mas, apalagi mau ketemu Penerbit ( jilat aja terus ra... jilat )

Setelah itu kami bercerita. Tentang masa depan. Masa depan sebuah " Tulisan ". Tentang tumbuh kembangnya sebuah tulisan.

Kami bertanya.
Aris menjawab.

Aku menitip karya pada Aris, karya yang membawa pada perubahan diri. Ruang kreatifitas yang tiak lagi dibuat kosong, tapi mulai sekarang akan selalu terisi oleh TULISAN.
Aris menerima karya itu, sambil tersenyum, " Setiap tulisan pantas untuk dipublikasikan "

kata - kata yang seperti air dingin yang menyirami kerongkongan yang kering, karena lama menunggu. Penantian yang bersisa bahagia. Bahagia karena sebuah kata.

jam mulai sedikit demi sedikit berlalu. Mulai menghampiri malam. Kepala penuh dengan Pertanyaan yang sekaligus jawaban dari Aris.
Aku terus bertanya.
Sonya ikut menimpali
Ira juga ikutan.

Akhirnya, Malam menyuruh kita untuk segera pergi.
Bersama Aris yang tidak memberi janji, tapi tetap membantu. Mudah - mudahan ada pertemuan kedua yang berhasil baik.
Bertemu Aris, membuat aku ingin cepat mencetak tulisanku jadi buku.
Bertemu Aris, membuat aku mengerti, kalau Menulis adalah Tujuan untuk mencari jati diri.
Karena menulis sama seperti bercermin, penuh usaha untuk tampil sempurna.

Sama seperti usaha Aris, bergerak maju di dalam hidupnya. Dari yang biasa, jadi yang luar biasa.
Aris mungkin dulu bermimpi.. tapi sekarang mimpi itu sudah bernama.
Aku yakin, aku juga bisa bermimpi. Mimpi yang sebentar lagi juga sudah akan bernama.

bertemu Aris, adalah jalan menuju mimpi.
terima kasih waktumu Aris... Aku titip tulisanku.

Sampai ketemu lagi, tapi please.... jangan telat lagi yaaahhh....

Aku : Sonya, please cariin aku jodoh yang juga penulis dong
Ira : Mpok, pokoknya buatin aku tokoh dalam karakter ceritamu, seorang laki - laki berkulit putih tampan yang mengejar - ngejar tokoh perempuan, yaitu aku.
Sonya : Ira & Mpok... hang out aja yuuuukkk....


yuuuukkkkkkk.....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar